KY dan FH UII Sosialisasikan dan Jaringan Calon Hakim Agung Ri 2015

KY dan FH UII Sosialisasikan dan Jaringan Calon Hakim Agung Ri 2015 Tamansiswa (uiinews) Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI) mengundang Mahkamah Agung (MA) , Pemerintah dan Masyarakat untuk mengusulkan warga Negara terbaik menjadi Hakim Agung RI kamar Perdata, Pidana, Agama, Tata Usaha Negara dan Militer yang memenuhi persyaratan.

KY dan FH UII Sosialisasikan dan Jaringan Calon Hakim Agung Ri 2015 Tamansiswa (uiinews) Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI) mengundang Mahkamah Agung (MA) , Pemerintah dan Masyarakat untuk mengusulkan warga Negara terbaik menjadi Hakim Agung RI kamar Perdata, Pidana, Agama, Tata Usaha Negara dan Militer yang memenuhi persyaratan. Baik melalui Hakim karier maupun Non Karier. Begitu pra kata yang disampaikan oleh Ketua KY RI Dr Suparman Marzuki SH MSi pada acara ‘Sosialisasi dan Penjaringan Calon Hakim Agung Republik Indonesia Tahun 2015’ yang diselenggarakan di Ruang Sidang Utama Lantai 3 FH UII Yogyakarta Jl Tamansiswa 158 Yogyakarta, Jumat (9/1)2015.

Dekan FH, Aunur Rohim Faqih menyambut baik kerjasama dan kepercayaan dari KY RI yang telah memilih FH UII sebagai lokasi Sosialisasi dan Penjaringan Calon Hakim MA RI. Lebih lanjut Aunur memberikan penekanan bahwa ada syarat kunci menjadi Hakim Agung RI yaitu ‘tingkat Ketaqwaan Riel yang bersangkutan kepada Tuhan Yang Maha Esa’.

Ketua KY RI didampingi Dekan FH RI (Dr. H. Aunur Rohim Faqih SH MHum) dan moderator acara Bambang Sutiyoso SH MHum memberikan penjelasan seputar persyaratan dan penjaringan Calon Hakim Agung RI. Di hadapan sekitar 75 undangan yang terdiri dari kalangan akademisi, praktisi hokum dan advokat, beliau mengatakan bahwa saat ini MA RI kekurangan sebanyak 8 (delapan) Hakim Agung RI yang terdiri dari Hakim Agung kamar Perdata, Pidana, Tata Usaha Negara (TUN) masing-masing 2 (dua) orang dan kamar Militer dan kamar Agama masing-masing 1 (satu) orang. Lebih lanjut Suparman menjelaskan bahwa hari ini Jumat (9/1) 2015 secara serentak di beberapa wilayah di Indonesia diadakan acara Sosialisasi dan Penjaringan Calon Hakim Agung RI. Seleksi Hakim Agung RI ini direkrut melalui dua (2) jalur, yaitu jalur ‘karier dan non karier’. Sedangkan Pengusulan calon Hakim Agung RI dapat diajukan oleh MA, Pemerintah dan Masyarakat untuk mengusulkan warga Negara terbaik menjadi Hakim Agung mulai tanggal 29 Desember 2014 sd. 19 Januari 2015. Pengusulan dibuat di atas kertas bermeterai cukup ditujukan kepada Komisi Yudisial RI u.p. Sekretariat Panitia Seleksi Calon Hakim Agung RI, dapat diantar langsung atau disampaikan melalui pos ke KY RI, Jl. Kramat Raya No.57 Jakarta Pusat 10450 Telp: (021) 3905876/3905877 Fac : (021) 31903661 paling lambat tanggal 19 Januari 2015 pukul 16.30 WIB (stempel Pos) dengan melampirkan persyaratan yang telah ditentukan. Sedangkan formulir-formulir surat keterangan dapat diakses melalui website Komisi Yudisial RI www.komisiyudisial.go.id.

Materi seleksi terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya tahap seleksi Administratif, seleksi kualitas, seleksi kepribadian/integritas & kesehatan dan seleksi wawancara terbuka. Terakhir Suparman memberikan penekanan bahwa, seleksi ini tidak dipungut biaya/gratis dan peserta seleksi diharapkan tidak memperdulikan adanya pihak-pihak yang menjanjikan dapat membantu keberhasilan/kelulusan dalam proses seleksi.

Foto : Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI) Dr Suparman Marzuki SH MSi didampingi Dekan FH UII (Dr. H. Aunur Rohim Faqih SHMHum) dan moderator acara, bambang Sutiyoso SH MHum sedang paparkan materi sosialisasi Rekruetmen Calon Hakim RI, di RuangSidang Utama Lantai 3 FH UII Jl Tamansiswa 158 Yogyakarta, Jumat (9/1)2015.

Negara mAritim Indnesia
Negara mAritim Indnesia Tamansiswa (uiinews) Fakultas Hukum UII melalui Departemen Hukum Internasional (HI) dan Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) kembali menggelar kegiatan Studium General. Studium general di gelar di Ruang Sidang Utama Lantai 3 FH UII Jl Tamansiswa 158 Yogyakarta, Selasa (6/1) 2015.
Negara mAritim IndnesiaHikmahanto : “Memperkuat Kedaulatan sebagai Negara Maritim dalam Perspektif Hukum Internasional” Tamansiswa (uiinews) Fakultas Hukum UII melalui Departemen Hukum Internasional (HI) dan Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) kembali menggelar kegiatan Studium General. Studium general di gelar di Ruang Sidang Utama Lantai 3 FH UII Jl Tamansiswa 158 Yogyakarta, Selasa (6/1)2015, dengan mengusung tema aktual “Memperkuat Kedaulatan sebagai Negara Maritim dalam Perspektif Hukum Internasional”.
Acara ini menghadirkan nara sumber pakar hukum dari FH Universitas Indonesia Jakarta, Prof. Hikmahanto Juwana, SH.LLM. Ph.D. diikuti oleh sekitar 200 mahasiswa S-1 FH UII. Acara dibuka oleh Dekan FH Dr H Aunur Rohim Faqih SH MHum dan didampingi moderator Bapak Nandang Sutrisno SH LLM MHum Ph.D. Diawali dengan pemaparan Visi Pemerintahan Jokowi oleh nara sumber, bahwa Sebuah Negara Maritim berbeda dengan Negara Kepulauan. Menurutnya Negara kepulauan adalah Negara yang memiliki banyak pulau dimana diantara pulau-pulau tersebut terdapat perairan dan laut, sedangkan Negara maritime adalah Negara yang berorientasi pada kegiatan kemaritiman mulai dari orientasi masyarakat, kegiatan bisnis hingga masalah kekuatan pertahanan.

Ada empat tonggak sejarah Indonesia sebagai Negara kepulauan. Pertama Pernyataan unilateral yang tercantum didalam Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, kedua melalui United Nations Convetion on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang dipimpin oleh Mochtar Kusuma Atmadja, ketiga Delimitasi wilayah laut dan penegakan di wilayah laut Indonesia, dan terakhir Pencanangan Negara Maritim oleh Presiden Jokowi yang dideklarasikan berbarengan dengan puncak acara hari Nusantara yang diperingati setiap tanggal 13 Desember setiap tahunnya.

Pada kesempatan hari nusantara tahun 2014 yang berpusat di Kalimnatan Timur Presiden Jokowi berkenan hadir, dan resmikan deklarasi “Poros Maritim Indonesia“ kepada dunia. Acara itu menjadi penting karena akan menjadi tonggak perubahan matra darat menjadi matra laut 2015-2019. Adanya beberapa sumber masalah yang membuat berkurangnya penegakan hukum di perairan RI, seperti keberlakuan UNCLOS tidak dengan sendirinya membuat Indonesia berhak atas perairan kepulauan dan delimitasi atas wilayah laut, tidak semua Negara (AS) merupakan peserta UNCLOS, Indonesia masih memiliki ‘overlaping claims’ dengan negara tetangga.

Beberapa saran dipaparkan untuk memperkuat kedaulatan RI sebagai Negara maritime dalam perspektif hukum internasional; Pertama penenggelaman Kapal Asing Pelaku Illegal Fishing, dalam beberapa implementasi juga menemui kendala. Kedua Penguatan Border Diplomacy di wilayah laut merupakan pelaksanaan politik luar negeri dalam rangka untuk menetapkan batas pada 3 matra (darat, laut dan udara) dan pengelolaan wilayah perbatasan serta kerja sama internasional untuk mempertahankan NKRI atas dasar prinsip-prinsip politik luar negeri RI dan hukum internasional yang berlaku. Untuk border diplomacy di wilayah laut, Indonesia harus berjuang untuk menetapkan batas di wilayah laut dengan menggunakan metode berdasarkan UNCLOS, Indonesia juga harus memastikan agar Negara tetangga tidak memanfaatkan metode penetapan wilayah batas laut berdasar UNCLOS yang sebenarnya mereka tidak berhak.

Selanjutnya perlu mensosialisasikan secara terus menerus kepada public apa yang telah dicapai dalam perundingan perbatasan dengan Negara tetangga sehingga masyarakat memiliki trust/kepercayaan. Ketiga mengupayakan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam implementasi atas perundang-undangan antar sector dan instansi terkait. Selanjutnya beberapa tantangan yang perlu diantisipasi kedepan adalah implemetasi berbagai peraturan oleh aparat penegak hukum dan pengambil kebijakan dan mengorientasikan masyarakat utuk memandang laut sebagai hal penting dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air, memperkuat diplomasi kelautan sehingga dapat mencegah kerugian pada kepentingan nasional, menjaga perbatasan laut menjadi prioritas utama dan merupakan agenda estafet pada kepemimpinan RI kedepan.
Foto: Prof. Hikmahanto Juwana, SH.LLM. Ph.D. dihadapan 200 peserta stadium general FH UII, dengan mengusung tema “Memperkuat Kedaulatan sebagai Negara Maritim dalam Perspektif Hukum Internasional”, Selasa (6/1)2015 di Ruang Sidang Utama lantai 3 Jl Tamansiswa 158 Yogyakarta, didampingi oleh moderator acara, Nandang Sutrisno Sh MHum LLM Ph.D dan Aktivis LEM. (sariyanti)
https://law.uii.ac.id/images/Jurnal/IusQAVol15no32008/2015IQI1Jan22/sampul-jurnal-hukum-ius-quia-iustum-no1-vol22-januari-2015.jpg
https://law.uii.ac.id/images/Jurnal/IusQAVol15no32008/2015IQI1Jan22/sampul-jurnal-hukum-ius-quia-iustum-no1-vol22-januari-2015.jpgMengawali periode terbitan di tahun 2015, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Volume 22 Nomor 1 Januari 2015 kembali hadir dengan menyajikan beragam artikel aktual terkait dengan dinamika persoalan hukum di Indonesia. Artikel pertama mengkaji tentang ultimum remedium dalam bidang lingkungan hidup. Penegakan lingkungan hidup melalui instrumen hukum pidana belum sepenuhnya digunakan untuk mengatasi segala bentuk kriminalitas lingkungan. Padahal dampak kejahatan lingkungan tersebut telah mengancam perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. UU No. 32 Tahun 2009 yang menerapkan prinsip ultimum remedium secara terbatas dianggap tidak berhasil. Pengaturan tindak pidana di bidang lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam RUU KUHP diharapkan dapat memberikan efek jera bagi perusak lingkungan.
Artikel lainnya menyoroti permasalahan tentang justifikasi hukum pidana terhadap kebijakan kriminalisasi pelanggaran hak cipta, serta perumusan kualifikasi yuridis dan jenis deliknya. Perlindungan terhadap hak cipta dipengaruhi oleh teori liberal-individualistik, bahwa negara boleh campur tangan terhadap kehidupan pribadi warganegara bila warganegara tersebut merugikan kepentingan orang lain. Pasal 56 UUHC 2002 mengatur perlindungan hukum terhadap hak cipta selain bersifat pidana, juga bersifat perdata. Hanya saja, untuk mengajukan gugatan perdata forumnya pada pengadilan niaga, sehingga tidak bisa digabungkan dengan perkara pidananya. Idealnya perkara pelanggaran hak cipta diselesaikan melalui pengadilan pidana, dengan memasukkan ganti rugi sebagai salah satu alternatif pidananya.
Artikel berikutnya tentang pengaturan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak. Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013, pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) legislatif dan presiden akan dilaksanakan secara serentak. Namun, putusan ini sama sekali tidak menyinggung tentang pemilihan kepala daerah. Permasalahannya berkaitan dengan lembaga mana yang berwenang untuk memeriksa dan memutus beratus-ratus kasus sengketa pemilukada dalam waktu yang bersamaan. Proses penyelesaian sengketa Pemilukada mempunyai batas waktu yang telah ditentukan, sementara UU No. 1 Tahun 2015 masih menyerahkan ke Mahkamah Konstitusi.
Di samping ketiga artikel tersebut, artikel lainnya mengupas tentang urgensi pengaturan peredaran minuman beralkohol di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasca dibatalkannya Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 oleh Mahkamah Agung, daerah dapat leluasa mengatur minuman beralkohol berdasarkan Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013. Namun, DIY belum memiliki sandaran hukum untuk mengatur masalah pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol. Maraknya aksi kejahatan akibat dari minuman beralkohol ini berpotensi mereduksi tatanan patern of behavior masyarakat Yogyakarta. Apalagi korban pesta minuman beralkohol ‘oplosan’ semakin hari semakin memprihatinkan.
Akhirnya, kami haturkan segenap rasa terima kasih kepada mitra bestari yang telah meluangkan waktunya untuk mengoreksi artikel jurnal hukum ini. Serta kepada penulis yang berpartisipasi menyumbangkan pemikirannya demi menegakkan hukum dan keadilan. Kami berharap tema-tema yang disajikan dalam jurnal hukum kali ini dapat memperkaya khasanah keilmuan para pembaca sekalian.
Semoga bermanfaat. Selamat membaca.
Wabillahittaufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.