JAKARTA (UIINEWS): Pada semester Gasal TA 2016-2017, Pusat Pendidikan dan Latihan (PUSDIKLAT) laboratorium FH UII menyelenggarakan perkuliahan untuk Mata Kuliah Kemahiran Hukum (MKKH) Pembentukan Peraturan Perundang- di luar kelas (out class). Out class MKKH Pembentukan Perundang-Undangan ini dilaksanakan pada tanggal 3 – 6 Shafar 1438H/ 3-6 November 2016 dengan tema “Mekanisme Kerja Fraksi DPR-RI dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan” Read more

Taman Siswa, Bertempat di Ruang Sidang Dekanat I, pada Rabu, 3 Syafar 1438 /2 November 2016, pejabat struktural Fakultas Hukum Universitas Islam Batik Surakarta ( UNIBA) berkesempatan untuk berkunjung ke FH UII dan diterima langsung ole pimpinan FH UII Dr. Aunur Rohim Faqih, S.H., M.Hum dan Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag. Read more

Syarat Permohonan Surat Bebas Perpustakaan Sesuai dengan instruksi Wakil Rektor I tentang mahasiwa yang akan meminta surat bebas pustaka sebagai syarat wisuda, maka bersama ini kami sampaikan syarat-syarat permohonan surat bebas perpustakaan berdasarkan surat No.:220/Dir.Perpus/10/Div.PAK/X/2015 yang sudah diberlakukan sejak tanggal 01 November 2016. |Klik disini |

Taman Siswa, Selasa, 2 Syafar 1438H/ 1 November 2016 Fakultas Hukum UII menerima kunjungan 86 mahasiswa dan dosen pendamping dari FH Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Banyuwangi. Read more

Jepang, Mahasiswa Fakultas Hukum 2014 Budi Hadiyanto mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program Japan Autmn Youth Cultural TOUR and Studies (JAYCTS) 2016 yang diselenggarakan oleh Asia Pacific-Indonesia Multicultural Understanding Network (APIMUN). Read more

Penulis: Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Menjelang salat Jumat kemarin (21 Oktober 2016) saya IV terlibat diskusi hangat di Law School of Melbourne University (LSMU), Australia. Acara dibuka oleh guru besar dari ISMU Prof Tim Lindseydan dipandu oleh guru besar tamu LSMU Prof Denny Indrayana. Namanya juga diskusi tentang isuisu aktual (current issues), tidak ada topik khusus yang dibahas. Tapi karena tempatnya di Law School, diskusinya banyak menyinggung soal-soal hukum.

Saya yang diminta menjadi pemantik dalam diskusi itu menjelaskan beberapa hal terkait dengan pembangunan hukum di Indonesia. Saya pun menyinggung banyak hal, tetapi tetap bertumpu pada isu aktual yang sedang berjum donesia, yakni reformasi hukum. Kebetulan, memasuki tahun ketiga pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) Jusuf Kalla (JK). pemerintah mengumumkan rencana peluncuran paket kebijakan di bidang hukum.

Menurut saya, memasuki tahun ketiga pemerintahan Jokowi-Jk ini pilihan paket kebijakan pada bidang hukum adalah tepat setelah pada tahun pertama dan kedua pemerintah berusaha menangani masalah politik dan ekonomi.

Konsolidasi politik pada tahun pertama dapat dinilai berhasil karena Jokowi bisa mengendalikan berbagai  kuatan politik darsparta politik di bawah kontrolkekuasaannya sehingga leluasa dalam menetapkan berbagai program yang bisa digambarkan dalam APBN.

Pada tahun kedua terlihat nyata bahwa pemerintahan Jokowi-Jk mencoba meluncur kan berbagal paket kebijakan ekonani. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam paket kebijakan ekonominya, meski cukup berhasil pemerintahan Jokowi-JK masih terhambat oleh problem hukum. Banyak kebijakan ekonomi yang sulit terlaksana karena terhambat oleh problem hukum balk karena tumpang tindih antaraturan hukum maupun karena korupsi dan kolusi dalam pelaksanaan aturan hukum.

Itulah sebabnya pilihan peluncuran kebijakan reformasi hukum menjadi sangat penting dan tepat untuk menjadi titik tumpu perjalanan pemerintahan Jokowi-JK dalam memasuki tahun ketiga ini. Bagi kita, tegaknya supremasi hukum menjadi kunci dari kelancaran pembangunan bidang-bidang lain. Penegakan supremasi hukum sudah bisa menyelesaikan separuh dari berbagai soal bangsa, (leg sedangkanseparuh sisanya bisa gal terbagi ke bidang-bidang lain dan yang dapat diselesaikan secara ad hoc.

Jadi sumber utama penyelesaian berbagai masalah kita adalah tegaknya hukum dulu. Logikanya sederhana. Selama in ini rusaknya pembangunan dalam berbagai bidang disebabkan tidak tegaknya hukum. Rencana pembangunan ekonomi rusak karena banyak kolusi, pemberantasan korupsi tersendat-sendat karena hukum korupsi dilaksanakan secara kobat ruptif juga. Penyelenggaraan  pendidikan, pelayanan kesehatan, infrastruktur, perdacena gangan, semuanya rusak dikorupsi karena hukum tidak ditegakkan dengan benar.

Apa yang harus dilakukan masi dalam penataan dan reformasi hukum kita? Menurut saya yang sangat perlu kita lakukan bukanlah membuat aturan-aturan hukum, melainkan menegakkan aturan-aturan hukum yang sudah ada. Jika upaya pembangunan hukum seperti dikemukakan Friedman harus diarahkan pada tiga subsistem hukum,yakni isi aturan hukum (legal substance), aparat penegak hukum legal structure), dan budaya hukum (legal cul ture), untuk Indonesia yang diperlukan pembenahannya adalah penegakan hukum.

Isi-isi hukum (legal substance)yang kita perlukan rasa nya sudah kita miliki semua. Yang tidak ada atau belum bisa sungguh-sungguh kita lakukan adalah penegakan hukum Seun paita pun ada masalah materihukum yang mengham bat, penyelesaiannya dapat dilakukan secara linear melalui proses legislasi (legislative review) atau melalui peradilan (judicial review) baik melalui Mahkamah Konstitusi (MK) maupun melalui Mahkamah Agung (MA).

Reformasi dalam penegakan an hukum tak dapat diartikan nasi hanya membereskan karutsaya marut dunia peradilan. Jika pe kan negakan hukum diartikan sebagai pelaksanaan ketentuan hukum sebagaimana mestinya, areanya bukan hanya ada di lembaga peradilan, melainkan yang justru lebih banyak adalah tidak tegaknya hukum di birokrasi (pemerintahan). Tepatnya tidak tegaknyahukum yang merusak pemerintahan kita ada di dua area, yakni di dunia peradilan dan di birokrasi pemerintahan sehari-hari.

Birokrasi kita adalah biro krasi yang sudah rusak parah karena korupnya. Birokrasi banyak melakukan korupsi-korupsi dalam tugas rutin melalui permainan prosedur yang dapat berlindung dibawah aturan-aturan hukum yang dimanipulasi. Temuan Presiden Jokowi tentang pungli yang terjadi di Kementerian Perhubungan pe kan lalu sebenarnya hanyalah sebijt pasir dari sekeranjang pa sir buruknya birokrasi kita Pungli-pungli seperti itu masih biasa terjadi di mana-mana, dari pusat sampai ke daerahdaerah terpencil.

Begitu juga dunia penegakan hukurn kita pada lembaga peradilan sudah begitu buruk. Kolusipenyelesaian kasus terjadi di semua lini dan melibatkan oknum” (harus selalu disebut oknum) semua lembaga penegak hukum mulai dari hakim, jaksa, polisi hingga pengacara. Lembaga kehakiman, kejaksaan, kepolisian dan profesi advokat sebagai penegak hukum sudah banyak mengirimkan wakil-wakilnya yang meringkuk di penjara karena melanggar hukum saat bertugas harus menegakkan hukum.

Jadi, kalau ditanyakan reformasi hukum itu adalah reformaslapa, jawabannya adalah reformasi penegakan hukum (legal structure). Sasarannya ada di dua area, yakni area birokrasi danarealembaga peradilan.Untuk menghadapi itu diperlukan strong leadership, yakni kepemimpinan yang kuat, kuat karena bersih dan tidak tersandera oleh mafia dan kuat karena berani melakukan tindakan-tindakan yang tegas. Itulah pemimpin merah putih, pemimpin yang berani dan bersih, juga pemimpin yang berani karena bersih.

Terima kasih kepada Prof Tim Lindsay dan Prof Denny Indrayana yang telah mengatur diskusi hangat saya tentang hukum di Melbourne University Saya optimistis kita memiliki banyak kader bangsa untuk membangun masa depan supremasi hukum di Indonesia, sebab banyakanak kita yang be Lajar hukum memilikisemangat seperti itu. Misalnyayang, antara lain, saya temui di berbagai universitas saat saya berkunjungan ke Australia dalam 10 hari terakhir ini.

 

Tulisan ini telah dimuat dalam koran SINDO, 22 Oktober 2016.

 

Taman Siswa, TAMANSISWA.UIINEWS: Fakultas Hukum UII kembali menyelenggarakan acara Temu Orang Tua/Wali Mahasiswa Baru TA.2016/2017 dengan pengurus di FH UII. Acara yang secara rutin digelar setiap tahun tersebut dan dihadiri lebih dari 250 orang tua/wali dan diselenggarakan pada hari Ahad, 22 Muharram 1438 H/ 23 Oktober 2016 bertempat di ruang sidang utama lantai 3 FH UII. Read more

Penulis: Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Perkembangan teknologi informasi sekarang ini sungguh dahsyat. Kejadian yang membuat gaduh di suatu tempat jauh begitu cepat dan instan menyerbu berbagai tempat yang sangat jauh. Itulah yang sangat terasa begitu saya mendarat di Perth, Australia, Kamis sore kemarin. Sebenarnya acara resmi saya baru terjadwal untuk berbicara pada Jumat malarn di Kantor Konsulat Jenderal Indonesia dan Sabtu pagi di Curtin University di Perth.

Rencananya Kamis malam dan Jumat, seharian saya akan jalan-jalan (sight seeing) saja. Tetapi begitu mendarat saya sudah diberi tahu bahwa komunitas diaspora dan warga NU di Perth sudah mengagendakan acara diskusi dengan saya. Kamis pukul 20.00 waktu setempat sudah banyak warga Indonesia yang berkumpul untuk berdiskusl dengan saya di rumah dinas General Manager . Garuda Aryo Wijoseno. Saya hadir ke tempat itu ditemani Konjen RI di Perth, Ade Padmo Sarwono bersama istri.

Jumat pagi pukul 10 saya sudah dibajak untuk hadir di komunitas CIMSA (Curiin lndonesiaT Moslem Students Association) untuk berdiskusi tentang penegakan hukum.
Saya tidak menghindar untuk memenuhi undangan-undangan dadakan itu, karena saya merasa berhadapan dengan anak-anak bangsa yang sanga concern atas masa depan negara dan bangsanya, Indonesia.

Mereka tidak meminta informasi tentang apa yang terjadi di Indonesia karena semua yang terjadi di Indonesia telah mereka ketahui semua. Teknologi informasilah yang meny plai informasi informasi penting kepada mereka. Mereka meminta pandangan saya tentang banyak hal yang terjadi di Indonesia. Oleh karena topik dalam acara dadakan di rumah dinas GM Garuda itu tidak direncanakan lebih dulu, banyak sekali isu yang mereka usulkan.

Ada yang meminta saya berbicara tentang operasi tangkap tangan pungli di Kementerian Perhubungan adayang meminta menjelaskan posisi kasus ketua DPD Irman Gusman, ada yang meminta penjelasan tentang drama Dimas Kanjeng dan Marwah Daud Ibrahim, ada yang meminta pendapat saya tentang isu Ahok dan Surah Al- Maidah:51 yang masih terus dihebohkan. Tak mungkin saya membicarakan itu semua dalam waktu dua jam.

Saya hanya berbicara dua hal saja, yakni tentang Ahok dan Marwah Daud Ibrahim. Itu yang banyak mereka tanyakan saat kami sedang dinner. Sejauh me nyangkut Ahok yang kini banyak digugat karena dianggap melakukan pelecehan terhadap agama Islam Alquran dan umat Islam, saya tidak mengupas sampai.nendalam. Saya lebih banyak melihat manfaat dan kemajuan sistem dan mekanisme pemilihan kepala daerah pada umumnya dibandingkan dengan masalah hukumnya.

Adapun persoalan hukum yang terkait dengan pernyataan Ahok, menurut saya, sudah ada jalurnya sendiri dan sekarang se dang berproses. Kasus Ahok tidak bisa diselesaikan dengan hukum Islam, karena hukum Islam tidak berlaku di Indonesia untuk kasus seperti itu. Kasus Ahok,kalau mau dibawa ke jalur hukum hanya bisa diselesaikan menurut hukum nasional. Dan jika pilihan penyelesaiannya adalah hukum nasional, ada aspek hukum perdata dan aspek hukum pidana.

Secara hukum perdata, kasus Ahok sebenarnya sudah selesai dengan permintaan dan pembe rian maaf. Tetapi secara hukum pidana setiapperbuatanyangbukan termasuk delik aduan harus terus diproses sampai jelas masaLahnya. Didalam hukum perdata, yang berhadapan adalah orang atau badan hukum dengan orang atau badan hukum lainnya yang memang mengenal cara damai atau asas konsensual dalam mengakhiri perkara.

Tetapi di dalam hukum pidana, yang berhadapan adalah orang atau badan hukum dengan negara (aparat penegak hukum) sehingga tidak dikenal permintaan maaf atau perdamalan, kecuali dalam delikaduan. Orang tua yang memberi maaf kepada orang yang membunuh anaknya tidak bisa me. niadakan proses hukum pidana atas pembunuh itu.

Pasalnya, si pembunuh (pelaku tindak pidana) bukan musuhkeluarga yang terbunuh, me Lainkan musuh masyarakat yang diwakili oleh negara. Kalau tindak pidana bisa selesai dengan maaf, nanti bisa banyak orang melakukan tindak pidana dan hanya menyelesaikannya de ngan meminta maaf. Berbeda dengan di Arab Saudi, pemberianmaatataudendabisa menghilangkan hukuman pidana.

Dalam kasus Ahok, saya ti dak menjelaskan soal posisi hu kumnya karena masalahnya sudah jelas, tetapi saya lebih banyak menjelaskan tentang perkembangan demokrasi dalam kaitan dengan pilkada secara langsung. Saya kemukakan bahwa pilkada secara langsung, tanpa kita cermati, telah banyak memberi manfaat dalam penguatan integrasi bangsa.

Pada era Orde Baru, tidak mungkin kita bisa menonton perhelatan demokrasi yang diikuti dengan meriah oleh rakyat. Sekarang kita bisa menikmati itu baik sebagai penonton maupun sebagai pemain (kalau mau). Lebih dari itu, dengan sistem dan mekanisme pilkada yang berlaku sekarang maka sekat-sekat ideologi atau subideologi antarparpol menjadi cair sehingga integrasi kita menjadi lebih kuat.

Tidak ada lagi oposisi maupun koalisi permanen. Golkar dan PDIP atau Nasdem yang ber beda koalisi dalam pilpres bisa bersatudalampilkadadiberbagai daerah. PKS dan Gerindra yang berbeda dukungan dalam pilkada di suatu daerah bisa bersatu dalam dukungan di daerah lain. Ini berkah tersebulung (blessing indisguised) dalam perkembang an demokrasi kita. Pancasila sebagai dasar ideologi negara menadisemakin mantap.

Soal Marwah Daud Ibrahim, juga menjadi pembahasan menarik dalam diskusi dadakan itu. Yang disorot bukan hanya kasus hukum yang menimpa Dimas Kanjeng yang dibelanya. melainkan lebih pada sikap irasional Marwah yang tak dinilai tidak lazim dilakukan oleh seorang cendekiawan muslim dan menyempal dari pemahaman mainstream kaum muslimin tentang kejadian gaib.

Tulisan ini telah dimuat dalam koran SINDO, 15 Oktober 2016.

 

Ditulis Oleh Irsan Sutoto

BPHN – FH Gelar Diskusi Publik Pembentukan Perundang UndanganDiinformasikan kepada seluruh mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia bahwa dalam rangka meningkatkan minat baca di lingkungan Fakultas Hukum UII, untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, serta untuk mempermudah akses informasi, Perpustakaan FH telah melaksanakan beberapa peningkatan dalam layanan. Read more

Penulis: Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Internasional

Untuk melindungi produk dalam negeri dari persaingan dengan produk asing, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan impor melalui rezim kuota. Dalam praktiknya, penerapan rezim ini rawan penyalahgunaan. Kasus yang melibatkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman terkait dengan impor gula dan Lutfi llasan Ishak terkait dengan impor daging sapi merupakan contoh kasus penyalahgunaan ter.sebut. Selain itu sebenarnya rezim kuota merupakan rezim yang dilarang dalam World Tbade Organization (WTO).
Oleh karena itu sebaiknya pemerintah meninggalkan rezim kuota dan lebih mengoptimalkan insbumen remedi perdagangan intemasional, baik ‘anti-durnping”tindakan imbalan’ maupun ‘tindakan pengamanan perdagangan’.

Larangan Kuota
Salah satu prinsip fundamental dalam World Trade Organization (WTO) selain nondiskriminasi adalah larangan pembatasan kuantitatif atau rrezim kuota. WIO secara umum melarang adanya kuota baik terhadap impor maupun ekspor produk apapun.

Alasan utama larangan, pengenaan rezim kuota ini karena dampak protektif dan distortifnya terhadap perdagangan internasional lebih besar dibandingkan rezim tarif. Ketika kuota diterapkan, tidak ada peluangbagi produsen asing untuk meningkatkan ekspornya, meskipun harga pniluk asing tersebut sangat kompetitif.

Memang dalam jangka pendek rezim kuota memberikan manfaat karena memberikan proteksl terhadap produk dalam negeri dari produk asing, terutama yang mempunyai daya saing tinggi. Dengan demikian industri dalam negeri dapat Pempertahankan dan bahkan meningkatkan keuntungan dan tenaga kerja domestik.

Tetapi dari perspektif perdagangan internasional. rezim kuota akan mendistorsi distribusi kemanfaatan ekonomi hanya untuk keuntunganindustri negara pengimpor. Selain itu, dari
sisi negara importir sendiri sebenamya rezim ini juga merugikan konsumen dan industui hilir karena keduanya harus menanggung biaya ekonomi atas hilangnya akses terhadap produk-produk impor. Dengan demikian dalam jangka menengah dan panjang rezim kouta ini lebih besar madharatnya daripada manfaatnya.

Remedi

Dalam era perdagangan bebas sebaiknya rezim kuota ini mulai ditinggelkan dan, diganti dengan remedi perdagangan internasional, baik berupa antidumping, tindakan imbalan, maupun pengamanan perdagangan. Remedi perdagangan ini merupakan mekanisme pertahanan perdagangan yang diperbolehkan dalam WTO untuk memulihkan atau mengendalikan dampak persaingan curang. Seperti dumping dan subsidi, serta lonjakan impor.

Pemerintah dapat menggunakan tindakan ‘anti-dumping’ untuk mengendalikan impor yang dilakukan dengan dumping. Yakni tindakan menjual produk di negara pengimpor dengan hargayanglebih rendah dibandingkan dengan harga normal, atau harga di pasar dalam negeri negara penge-kspor sendiri.Tindakan imbalan dapat dilakukan pemerintah untuk mengendalikan produk impor yang di negara pengekspornya diberikan subsidi. Sedangkan ‘tindakan pengamanan perdagangan’ dapat dilakukan untuk mengendalikan dampak melonjaknya impor, meskip’un tidak ada praktik perdagangan curang.

Baik ‘antidumping’ maupun tindakan imbalan’ dapat dilakukan dengan cara mengenakan bea masuk tambahan berupa Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk dumping dan Bea Masuk Imbalan (BMI) untuk produkbersubsidi, jika terbukti bahwa produk-produk tersebut menimbulkan kerugian material terhadap industri domestik. Sedangkan ‘tindakan pengamanan perdagangan’ dapat dilakukan dengan cara mengenakan bea masuk tambahan dan/atau kuota jika tertukti lonjakan impor tersebut menimbulkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri. Baik BMAD, BMI maupun tindakan pengamanan hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dilalnrkan investigasi.

Data dari Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menunjukkan bahwa sejak tahun 1996 sampai tahun 2016 Indonesia telah mengenakan BMAD terhadap 35 produk dumping. Selain masih melakukan investigasi ‘anti-dumping’ terhadap 11 produk, dan menghentikan investigasi ‘anti-dumping’ terhadap 18 produk. Indonesia juga telah mengenakan tindakan pengamanan perdagangan terhadap 17 produk, namun belum satupun produk impor yang dikenakan BMI.

Indonesia masih perlu untuk lebih mengoptimalkan lagi penggunaan instrumen remedi perdagangan dalam membendung impor. Ketika investigasi untuk remedi perdagangan mulai dilakukan, otomatis impor akan dihentikan. Dengan demikian penggunaan instrumen remedi perdagangan internasioal jauh lebih efektif daripada rezim kuota dalam melindungi industri dalam negeri.

Tulisan ini telah dimuat dalam koran KEDAULATAN RAKYAT, 12 Oktober 2016.