Stadium General Implementasi Prior Informed Consent (PIC) dan Mutual Agreed Term dalam Nagoya Protocol Di Indonesia bersama Ir. Bambang Dahono Adji, M.M., M.Si.

Tamansiswa (22/5) Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan Stadium General Implementasi Prior Informed Consent (PIC) dan Mutual Agreed Term dalam Nagoya Protocol Di Indonesia bersama Ir. Bambang Dahono Adji, M.M., M.Si. 22 Mei 2017 di Ruang Sidang Lt. 3 FH UII. Sambutan diberikan oleh Ketua Program Studi Hukum Hanafi Amrani, SH., MH., LL.M., Ph.D. sekaligus membuka acara secara resmi.

 

Tanggal 12 Oktober 2014, Protokol Nagoya mulai berlaku. Protokol dapat berlaku dan berkekuatan penuh karena sudah ditandatangani lebih dari 50 negara dan telah 90 hari diterima Sekretaris Jenderal PBB.  Indonesia telah meratifikasi Protokol Nagoya pada 8 Mei 2013 dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013, hanya dua tahun setelah protokol tersebut ditandatangani. Dengan demikian, Indonesia menjadi negara ke-26 yang meratifikasi. Protokol Nagoya mengatur akses pada sumber daya genetika dan pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatannya atas Konvensi Keragaman Hayati.

Implikasi dari diterimanya protokol ini cukup banyak bagi Indonesia yang selain menjadi penanda tangan protokol juga mempunyai keragaman hayati sangat tinggi di dunia. Akan ada pengaturan pemanfaatan dan perdagangan keragaman hayati secara global, termasuk pembagian keuntungan, persetujuan transfer yang menguntungkan, dan pemberitahuan kepada pemangku kepentingan, alih teknologi, dan lain-lain.

Sebagai negara yang keragaman hayatinya setara dengan Brasil di Benua Amerika dan Zaire atau Republik Demokratik Kongo di Afrika, sepantasnya kita bersiap diri menyongsong pemberlakuan protokol ini dengan penguatan bidang sains dan teknologi mengenai biodiversitas. Sumber daya genetika Indonesia sangat tinggi karena kita mempunyai 10 persen tumbuhan berbunga di dunia, selain mempunyai 15 persen jumlah serangga, 25 persen spesies ikan, 16 persen jumlah amfibi dan reptil, 17 persen burung, dan sekitar 12 persen mamalia di dunia.

Kalau tidak menguatkan kompetensi di bidang itu, kita akan menerima banyak sekali pakar biologi dan ilmu sejenisnya dari luar negeri yang memanfaatkan peluang di Indonesia. Apalagi pada 2015 kita akan memasuki komunitas ASEAN dan penerapan Sustainable Development Goal.

Pengaturan dalam Protokol Nagoya bertujuan memberi akses dan pembagian keuntungan terhadap pemanfaatan sumber daya genetika dan pengetahuan tradisional, termasuk pemanfaatan produk turunannya (derivatif). Tujuan lain, mencegah pencurian sumber daya genetika atau biopiracy. Akses terhadap sumber daya tetap mengedepankan kedaulatan negara dan disesuaikan dengan hukum nasional.

Berdasarkan uraina-uraian tersebut, maka penting kiranya diselenggarakan suatu kegiatan studium general (Kuliah Umum) mengenai implementasi Prior Informed Consent dan Mutually Agreed Term dalam Nagoya Protocol di Indonesia yang diselenggarakan oleh Departemen Hukum Internasional Program Studi Hukum Fakultas Hukum UII. Pelaksanaan kegiatan ini merupakan suatu bentuk keseriusan dalam mengedukasi implementasi Nagoya Protocol di Indonesia khususnya bagi kalangan akademisi. Hal ini didasari pada kompleksitas perkembangan isu perlindungan hukum pada pengetahuan tradisional dan keanekaragaman hayati dan belum adanya kesiapan bagi para pemangku dalam konteks penegakan hukum atas isu atau permasalahan tersebut.