Pemilihan umum serentak sebentar lagi. Pada tanggal 17 April 2019 rakyat Indonesia akan terfasilitasi hak pilihnya, baik Presiden-Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD), Provinsi dan Kabupaten/Kota. Begitu pentingnya pemilihan kepemimpinan Indonesia ini, penting mengingat kembali bagaimana praktek pemenuhan hak pilih difabel dalam kontestasi pemilihan telah lewat, sekaligus mempertanyakan bagaimana kesiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang beberapa hari lalu telah melakukan simulasi pemungutan suara. Read more

Jakarta – Pada suatu sore saya berkendara untuk pulang kampung dengan menyusuri jalan berbukit dan bergunung di wilayah Jawa Tengah. Perhatian saya terganggu dengan banyaknya baliho peraga kampanye politik yang terjejer di pinggir-pinggir jalan. Penglihatan saya tertuju pada satu foto yang sangat saya kenal dengan nama khas dari wilayah Sumatera. Wajah tersebut sangat familier karena sering muncul di layar kaca ketika mengulas isu-isu aktual di salah satu televisi nasional. Ia adalah pekerja media yang sangat senior. Namun, bukan nama dan wajahnya yang menjadi perhatian saya, melainkan slogan yang ia tuliskan yaitu “wani mbelani petani” (berani membela petani). Read more

LIMUN (London International Model United Nations) adalah acara tahunan LIMUN Foundation. Menyambut lebih dari 2500 delegasi ke ibukota kosmopolitan besar Inggris selama tiga hari dalam perdebatan intensif dan kegiatan sosial yang menarik. Edisi ke-20 London International Model United Nations (LIMUN) berlangsung selama 22 Februari – 24 Februari pada 2019. Peserta akan bertindak sebagai diplomat dari salah satu negara di dunia dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diberikan kesempatan untuk mewakili negara tersebut di dalam council dengan cara menganalisis dan dalam debat formal tentang situasi dan isu-isu terkait negara preferensi. Delegasi akan memiliki perspektif kami sendiri sambil memecahkan masalah, berdiskusi dan menggabungkan pikiran untuk membuat solusi terbaik yang dapat memecahkan masalh-masalah global (yang menjadi topik di council terkait). Read more

(Yogyakarta, 12 Maret 2019) — Kabar menggembirakan datang dari delegasi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia atas nama Wahyu Prakoso dan Ali Wafa, mahasiswa angkatan 2016 yang meraih gelar Juara 1 pada rangkaian Lomba Airlangga Business Week 2019. Delegasi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia ini berhasil merebut Juara setelah unggul dan mengalahkan delegasi dari Universitas Atmajaya Jakarta di posisi Juara 3 dan Universitas Brawijaya Malang di urutan kedua. Wahyu dan Ali memenangkan Juara 1 Lomba Legal Opinion yang bertemakan “Peran Hukum Bisnis dalam Peningkatan Perekonomian Negara”.

Airlangga Business Week diselenggarakan pada tanggal 1-3 Maret 2019 di Universitas Airlangga Surabaya. Lomba hukum di bidang Hukum Perdata ini memiliki dua jenis lomba yaitu Contract Drafting dan Legal Opinion. Selain dua jenis lomba tersebut, rangkaian Airlangga Businees Week 2019 ini juga menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Prinsip Penyelesaian Sengketa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang Memberikan Perlindungan Terhadap Akuntabilitas Keuangan Negara”. Kemenangan yang diraih oleh Wahyu dan Ali ini merupakan diharapkan dapat menjadi panutan dan sebagai pembangkit semangat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia untuk terus berkarya.

Selamat kepada delegasi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia atas nama:

-Wahyu Prakoso (2016)
-M. Ali Wafa (2016)

Atas raihan Juara 1 dalam Lomba Legal Opinion Airlangga Business Week 2019

 

Negarawan Jalur DPR

Dalam satu bulan terakhir, hampir semua ruang publik tertuju pada kontestasi pemilu 2019. Mulai dari hasil simulasi berbagai lembaga survei, sampai dengan adu gagasan pada debat capres dan cawapres. Di balik hingar-bingar itu, ada satu hal yang juga tidak boleh terlepas dari perhatian publik. Berakhirnya masa jabatan hakim konstitusi Wahiduddin Adams dan Aswanto, mewajibkan DPR untuk menigirimkan dua nama negarawan baru untuk duduk di kursi MK. Read more

Penyelenggaraan Pemilu serentak saat ini sedang memasuki tahapan kampanye. Semua berharap bahwa penyelenggaraan pemilu serentak ini harus terlaksana secara demokratis, bermartabat, serta menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Namun upaya untuk mewujudkan pemilu yang demokratis serta bermartabat tidak mudah dan terus berhadapan dengan berbagai tantangan, salah satunya ialah merebaknya kampanye berbau Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Read more

Jangkar Bernegara

Adakalanya dalam praktik berbangsa dan bernegara, terdapat sebuah kondisi dimana setiap cabang-cabang kekuasaan tidak mampu menjawab konflik kepentingan yang lahir dari realitas sosial. Masihkah kita mengingat,  bagaimana bisa dua pucuk lembaga peradilan melahirkan vonis yang bersebrangan? Read more

Penulis: M. Syafi’ie, S.H., M.H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Debat Perdana Capres-Cawapres 2019 yang diselenggarakan KPU telah dilaksanakan. Hiruk pikuknya masih terasa sampai saat ini. Salah satu materi hak asasi manusia yang dibahas adalah terkait dengan difabel. Capres-Cawapres Urut 1 (satu) menjelaskan bahwa sejak disahkannya Undang-Undang No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pendekatan dalam melihat difabel sudah berbeda, dari yang awalnya charity (belas kasih) ke arah hak asasi manusia, adanya penyamaan bonus bagi atlet difabel dan non difabel dalam event Asian Para Games 2018, dan masih adanya problem penghormatan sosial kepada difabel. Sedangkan Capres Cawapres Urut 2 (dua) lebih mencontohkan figur Zulfan Dewantara, sosok difabel yang dinilai sukses menciptakan lapangan kerja dan menjadi mentor bisnis online.

Tempo debat yang singkat, dan tidak diprioritaskannya isu difabel bagi para kandidat, berdampak pada bahasan difabel yang hanya berkutat di area yang permukaan. Tidak ada ulasan yang utuh dalam melihat persoalan struktural dan kultural difabel dan bagaimana strategi dan program para kandidat untuk membenahi problem yang akut. Karena itu, debat perdana Capres-Cawapres hanya menyampaikan sedikit pesan yang sangat permukaan, di tengah gundukan dan lapis problem yang menimpa kaum difabel di negara ini.

Problem Struktural dan Kultural

Di dunia nyata, kita sangat mudah menemukan bagaimana peminggiran kaum difabel yang terjadi cukup sistemik. Di level struktural, kita masih menemukan peraturan, kebijakan dan aktor pemangku kebijakan yang secara langsung dan tidak langsung diskriminatif kepada difabel. Diantaranya terkait regulasi persyaratan jasmani dan rohani dalam rekruetmen tenaga kerja yang mengakibatkan banyak difabel tidak lolos tes administratif kesehatan; Pasal 433 buku 1 KUH Perdata yang menempatkan sebagian difabel sebagai orang yang tidak cakap hukum, tetapi dalam prakteknya hampir semua difabel dianggap tidak cakap hukum dalam membuat perjanjian hubungan keperdataan, serta aturan hukum KUHAP yang digunakan para penegak hukum sudah tidak cukup dijadikan dasar bagaimana difabel yang berhadapan dengan hukum semestinya diproses dan diadili secara fair.

Problem yang tidak kalah penting adalah aktor struktural pemerintahan yang umumnya masih belum bisa berinteraksi dan melayani difabel dengan selayaknya. Akibatnya, banyak program dan kebijakan yang dikeluarkan pemangku kebijakan tidak tepat dan secara langsung terkatagori diskriminatif. Salah satu program yang tergambar ialah terkait dengan pembangunan sarana prasarana publik yang setiap tahun pasti diadakan, baik pembangunan kantor pemerintahan atau pun fasilitas jalan publik. Setiap sarana prasarana yang dibangun umumnya tidak aksesibel sebab partisipasi difabel dalam pengambilan dan pelaksanaan program sangat lemah, dan pada sisi yang lain tidak banyak pemangku kebijakan yang memahami hambatan-hambatan dasar difabel.

Sektor problem yang tidak kalah akut terjadi di level kultural, di mana kita masih menemukan praktek penghinaan kepada kelompok difabel dengan sebutan kecacatan; pelecehan berupa kekerasan, pemerkosan, dan tindak asusila yang proses hukumnya belum adil; pengabaian terhadap penyelesaian kasus hukum karena kesaksian difabel berhadapan dengan hukum yang dianggap lemah, sampai dengan kekerasan berupa pemasungan yang umumnya menimpa difabel skizofrenia.

Secara umum bisa kita katakan bahwa pelanggaran hak difabel terhimpit dari problem struktural berupa hilangnya pemahaman dan kesadaran dasar pemangku kebijakan bagaimana negara seharusnya memenuhi hak-hak kaum difabel, dan pada sisi yang lain difabel termarginalkan dalam lingkungan sosial terus menerus terjadi.

Pasca Debat

Setelah perhelatan debat pertama yang menegangkan itu, hal penting yang perlu ditagih kepada para Capres dan Cawapres adalah harapan untuk menarasikan lebih detail hambatan-hambatan utama difabel di semua sektor hak dan kemudian menjelaskan terobosan produktif program-program yang harapannya dapat menyelesaikan problem existing yang menimpa kaum difabel saat ini.

Untuk menarasikan hambatan-hambatan utama yang terjadi, penting rasanya para kandidat Capres-Cawapres 2019 untuk mendengar, menjaring aspirasi komunitas, dan melibatkan aktivis difabel untuk mendiskusikan problem utama difabel dengan lebih serius. Pelibatan penuh aktivis difabel sangat penting agar para kandidat tidak kehilangan basis sosial dan menjadikan isu ini hanya sebagai pemanis di saat musim kampanye.

Tulisan ini telah dimuat dalam Koran Kedaulatan Rakyat,  1 Februari 2019.