People Power atau Daulat Rakyat? oleh Allan Fatchan Gani Wardhana, S.H., M.H.

People Power atau Daulat Rakyat?

Munculnya istilah People Power belakangan ini menarik untuk diperdebatkan, terutama apabila istilah tersebut digunakan sebagai bentuk protes terhadap proses penyelenggaraan pemilu serta dihubung-hubungkan dengan ‘kedaulatan rakyat’. Benarkah people power itu merupakan wujud kedaulatan rakyat? Dalam Ilmu Hukum Tata Negara tidak dikenal istilah People Power. Jika melihat situasi dan kondisi saat ini, istilah people power dapat diterjemahkan sebagai kekuatan rakyat yang konteksnya adalah suatu gerakan rakyat untuk menumbangkan kekuasaan, atau sebuah gerakan perlawanan untuk menunjukkan adanya kezaliman.

Adapun istilah kedaulatan rakyat justru dikenal dalam Hukum Tata Negara. Kedaulatan rakyat adalah ajaran yang memberi kekuasaan tertinggi kepada rakyat atau kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat yang salah satunya diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemilu merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, maka hasil pemilu merupakan daulat rakyat. Filosofi Paham kedaulatan rakyat adalah untuk mewujudkan hubungan yang sinergis-positif antara pemerintah (penguasa) dengan rakyat dalam menentukan jalannya pemerintahan dengan tetap menghormati hak masing-masing. Prinsip kedaulatan rakyat ini diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945. Terlebih arah kedaulatan rakyat yang diinginkan oleh negara ini adalah kedaulatan rakyat yang dibarengi dengan prinsip negara hukum. Maka people power  bukan dan jelas jauh berbeda dengan kedaulatan rakyat.

Dikaitkan dengan konteks pemilu, bahwa meski pemilu merupakan wujud dari kedaulatan rakyat, namun pelaksanaannya tetap harus tunduk dalam batasan-batasan hukum (aturan) yang sudah disepakati bersama sebagai rule of the game sejak sebelum pemilu dilaksanakan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Taati Prosedur

Bagaimanakah cara menolak hasil pemilu? Adapun hasil pemilu itu sendiri baru akan ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada tanggal 22 Mei nanti. Artinya sampai saat ini klaim atau deklarasi siapapun terkait kemenangan dalam pemilu tidak memiliki dampak hukum apapun.  Selama KPU belum mengumumkan hasil pemilu secara resmi, maka belum ada istilah kemenangan atau kekalahan dalam pemilu. Tentu saja bahwa untuk menolak atau menerima hasil pemilu dasarnya adalah keputusan resmi KPU.

Pihak yang menolak hasil pemilu dapat menempuh jalur hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pihak yang ingin menggugat hasil pemilu hanya diberikan tenggat 3×24 jam sejak hasil pemilu secara resmi ditetapkan oleh KPU. Klaim kecurangan yang bersifat terstruktur, sistemastis, dan masif harus dibuktikan ke MK.

Gerakan people power diluar hukum tentu tidak dapat dibenarkan sebagai dasar menolak hasil pemilu, karena aturan sudah memberikan jaminan bahwa siapapun boleh menolak hasil pemilu dengan syarat harus sesuai hukum. MK sesuai Pasal 24C UUD NRI 1945 telah disiapkan sebagai pengadilan ketatanegaraan untuk menyelesaikan serta memutus sengketa hasil pemilu.

Kontraproduktif

Saat ini sebaiknya para peserta pemilu menahan diri sampai diumumkan hasil resmi. Penting sekali terhadap semua pihak untuk menghormati penyelenggaraan pemilu yang telah dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu. Gerakan people power, terlebih apabila gerakan tersebut dilaksanakan dengan cara anarkis serta melanggar hukum yang diarahkan untuk mendelegitimasi hasil pemilu beserta lembaga-lembaganya merupakan hal yang kontraproduktif bagi perjalanan demokrasi kita ke depan.

People power justru kontraproduktif dengan penyelenggaraan demokrasi yang selama ini sedang dibangun. Dampak adanya gerakan people power justru semakin memecah belah persatuan rakyat Indonesia. Kita semua sebagai pelaku demokarsi harus sadar bahwa demokrasi yang diinginkan oleh negara ini adalah negara demokrasi konstitusional dan bukan negara demokrasi sesuai selera rakyat masing-masing. Kedaulatan rakyat yang dijalankan adalah kedaulatan rakyat yang setia menggandeng aturan yang berlaku, dan bukan kedaulatan rakyat yang didasarkan sikap emosioal sesuai selera.

Perjalanan demokrasi kita memang tidak berjalan di ruang yang hampa. Sebagai sebuah sistem, tentu ada sisi kelebihan dan kekurangan. Untungnya, dalam demokrasi selalu menyediakan ruang untuk adanya perbaikan atau ada mekanisme untuk menyelesaikan setiap permasalahan hukum. Kita harus konsisten membangun demokrasi yang produktif untuk bangsa ini.

Dimuat koran KR edisi 16 Mei 2019