Penulis: Nurmalita Ayuningtyas Harahap, S.H., M.H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Hak Administrasi Negara

 

REVISI Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah disahkan DPR, Selasa (17/9) lalu. Sebelumnya, rancangan perubahan Undang-undang No 30 Tahun 2002 tersebut tidak sedikit menuai respons dari masyarakat, baik dalam bentuk kritik maupun dukungan Revisi dilakukan terhadap beberapa pasal-pasal di undang-undang tersebut, antara lain adalah menyangkut perubahan status Pegawai KPK Dimana Pegawai Tetap KPK dialihkan menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Jika merujuk pada Undang-undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, maka ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pada draft rancangan perubahan Undang-undang No 30 Tahun 2002 tersebut nantinya diatur bahwa Pegawal Negeri yang dipekerjakan di KPK akan berstatus PNS. Sedangkan Pegawai tetap KPK yang bukan merupakan PNS akan dikategorikan sebagai PPPK

Jika telah beralih status, bagaimana independensi dari Pegawai KPK itu sendiri?

Ditinjau dari hukum kepegawalan, maka ASN merupakan Pegawai Negeri Pegawai Negeri mempunyai ciri khusus, yaitu Hubungan Dinas Publik (DHP) yaitu sifat monoloyalitas kepada Pemerintah. Dalam hubungan ini kemudian melekat hubungan subordinatie antara atasan bawahan (Ridwan dan Nurmalita: Hukum Kepegawaian: 2018) Jika ditilik dari ciri tersebut, otomatis Pegawai KPK yang menjàdi ASN tersebut akan tunduk dan patuh kepada pemerintah atau eksekutif atau yang dapat dikatakan mempunyai hubungan monoloyalitas dengan pemerintah.

Sedangkan di dalam UU No 5/2014 diatur apa yang dinamakan Manajemen ASN. Dalam pasal 52. dinyatakan bahwa Manajemen ASN terdiri dari Manajemen PNS dan Manajemen PPPK. Pada Pasal 55, manajemen PNS antara lain meliputi, pengadaan, mutasi, disiplin, pemberhentian. Begitu juga pada pasal 93, manajemen PPPK antara lain meliputi pengadaan, penilaian kinerja, disiplin dan pemutusan hubungan kerja. Jika nantinya Pegawai KPK berubah status menjadi ASN, maka manajemen sumber daya manusia, yang terdiri dari pengadaan hingga pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja menjadi kewenangan dari pemerintah atau eksekutif. Tidak lagi bersifat independen dari lembaga KPK itu sendiri.

Persoalan kemudian, pertama jika berbicara tentang pengadaan, maka selama ini sebenarnya terdapat Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi. Di pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah menyatakan bahwa, Pegawai Negeri yang telah diangkat menjadi Pegawai Tetap pada Komisi diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri. Hal ini juga dapat dikatakan agar independensi pegawai KPK tersebut tetap terjaga. Namun dengan peralihan status sebagai Pegawai Negeri, yang kemudian proses penentuan formasi dan rekrutmen akan diambil alih sepenuhnya pemerintah atau eksekutif bukan lagi kewenangan KPK secara penuh.

Kemudian yang kedua, terkait dengan mutasi. Penentuan perpindahan pegawai ini baik tempat maupun jabatannya akan menjadi kewenangan pemerintah atau eksekutif. Hal ini justru akan rentan dengan berbagai macam yang mempengaruhi mutasi tersebut. Ketiga, terkait dengan disiplin dan pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja. Pegawai KPK akan tunduk kepada aturan disiplin ASN disamping nantinya masih terdapat aturan tentang disiplin KPK yaitu, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No. 10 Tahun 2016 tentang disiplin pegawai dan penasihat KPK, yang nantinya mesti diharmonisasikan dengan aturan disiplin ASN yang saat ini berlaku.

Dengan begitu pengenaan hukuman disiplin jika Pegawai KPK melanggar disiplin dan pemberhentian menjadi kewenangan dari eksekutif atau pemerintah Hal ini pun juga menimbulkan pertanyaan terkait dengan independensi dan bebas dari berbagai macam kepentingan. Meskipun nantinya telah menjadi ASN, besar harapan masyarakat untuk pegawai KPK dapat menjunjung nilai-nilai independensi dan tidak adanya intervensi dari pemerintah jika hal tersebut kemudian dapat memberikan hambatan bagi penegakkan hukum nantinya.

Kini diharapkan pula, tugas tim transisi KPK untuk menganalisis poin-poin yang telah disahkan Termasuk perubahan status KPK yang nantinya pun perlu di harmonisasi dan disinkronisasi dengan Peraturan yang menyangkut ASN. Tentu agar independensi tetap ada.

Tulisan ini telah dimuat dalam Anaslisis KR, Kedaulatan Rakyat, 21 September 2019.

 

Perpustakaan merupakan jantung dari sebuah perguruan tinggi. Meski sumber-sumber-sumber berbasis online telah banyak tersedia dan lebih mudah diakses, tetap saja perpustakaan memiliki keunggulan dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. Read more

 

 

Oleh: Taufiqurrahman

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia & Anggota Forum Kajian dan Penulisan Hukum (FKPH) FH UII

Secara konstitusional, Indonesia menjunjung tinggi konsepsi negara hukum yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945. Hal ini merupakan tombak utama untuk memastikan hadirnya keadilan dalam keberlangsungan penyelenggaraan bernegara. Penegakan hukum untuk keadilan merupakan salah satu variabel penting dalam penyelenggaraan negara yang berdasarkan atas hukum.

Salah satu instrumen sekaligus aktor yang cukup fundamental dalam penegakan hukum (law enforcement) adalah hakim. Sayangnya, hingga saat ini masih jamak ditemukan hakim di Indonesia yang berperilaku menyimpang, sehingga menciderai sosoknya selaku penegak keadilan. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya hakim yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Setidaknya, 32 hakim sepanjang 3 (tiga) tahun terakhir terjerat kasus korupsi. Bahkan di awal 2019 Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) kembali menangkap tangan hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan.

Problem Rekrutmen

Penulis mencermati ada beberapa faktor yang menyebabkan demoralisasi hakim di Indonesia. Pertama,adanya kesenjangan normatif dan empiris dalam mutasi jabatan hakim pasca lahirnya SK KMA No. 139/2013. Pada tataran normatif, sistem mutasi ini sudah cukup baik. Namun pada praktiknya, mutasi dan promosi jabatan hakim masih sangat dipengaruhi oleh kedekatan hakim-hakim pengadilan yang berkedudukan dibawah Mahkamah Agung(MA) dengan hakim-hakim di MA itu sendiri (Komisi Yudisial;2017;126). Senada dengan pendapat Asep Irwan Iriawan (Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti), bahwa praktik mutasi hakim tidak mengedepankan kualitas dan integritas hakim. Kedua, PERMA tentang Pengadaan Hakim cenderung tertutup dan tidak melibatkan partisipasi publik untuk menjaring calon hakim.

Memulihkan Marwah

Penulis mengajukan beberapa usulan sebagai ikhtiyar untuk mengatasi persoalan ini. Pertama, melibatkan publik dengan memberi ruang partisipasi pada proses rekrutmen, promosi, dan mutasi hakim. Adapun yang dimaksud dengan publik ini dapat diwakili oleh tokoh masyarakat, akademisi, dan lembaga kemasyarakatan untuk terlibat memantau, menilai, dan memberi masukan atas kualitas dan integritas hakim maupun calon hakim. Partisipasi publik ini merupakan indikator yang harus diperhatikan untuk dapat menghasilkan hakim yang berkualitas.

Kedua, melibatkan Komisi Yudisial (KY) dalam proses rekrutmen calon hakim.Hal ini tentu harus mengubah sistem rekrutmen satu atap sebagaimana Putusan MK No. 43/PUU-XII/2015, yang hanya memberi kewenangan kepada MA. Dasar pertimbangan keterlibatan KY ini adalah adanya kesepakatan politik pada amandeman ketiga UUD 1945 NRI yang menginginkan pengawasan terhadap hakim, baik itu dari segi etik maupun non etik. Artinya, menjadi relevan ketika KY dilibatkan dalam proses rekrutmen.

Alternatif di atas diharapkan dapat menghadirkan keadilan bagi setiap lini kehidupan masyarakat. Karena, jabatan hakim pada satu sisi merupakan jabatan yang sangat mulia. Tetapi, pada sisi lain, jabatan hakim juga dapat sangat terhina manakala disalahgunakan.

UNDANGAN TEMU WALI


Kepada Yth.
Orang tua/Wali Mahasiswa Angkatan 2019
Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS)
Fakultas Hukum UII
di tempat

Dengan hormat,

PSHPS FH UII mengundang Bapak/Ibu Wali Mahasiswa berkenan untuk hadir pada:

  • Sabtu, 12 Oktober 2019
  • Pukul 08.00 – 11.00 WIB
  • di Auditorium Kahar Mudzakkir Kampus Terpadu
  • Jl. Kaliurang Km. 14.4 Yogyakarta
  • Acara: Penjelasan Akademik Peran Serta Orang Tua dalam Mensukseskan Pendidikan Putra/Putrinya di Fakultas Hukum UII

Untuk itu mohon agar memberitahukan kepada para putra-putrinya mengisi google form pada tautan di bawah ini untuk mengetahui kehadiran para orang tua/wali.

[ Form Pendataan Orang Tua / Wali ]

Seluruh wali mahasiswa baru 2019 akan diundang hadir untuk berkenalan dengan civitas akademika FH UII mulai dari Pimpinan, Dosen, Tenaga Kependidikan, dan Mahasiswa, serta perwakilan alumni. Diharapkan dengan mengenal civitas akademika akan menambah kepercayaan orang tua wali untuk melepas putra putri menempuh studi di PSHPS FH UII. Selain itu diharapkan orang tua wali juga mengetahui sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh Prodi. Dengan demikian peran serta dan kerjasama orang tua wali mahasiswa untuk menyukseskan putra-putrinya dalam menempuh dan menyelesaikan perkuliahan terjalin baik dengan Program Studi.

NB:

Pertemuan fokus pada pengenalan sistem pembelajaran untuk memperlancar studi mahasiswa. Dan tidak ada pembicaraan/pungutan biaya apapun terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di Prodi Hukum Program Sarjana FH UII

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [167.00 B]

Sabtu 14 September 2019 bertempat di Cik Di Tiro,  Program Studi Magister Ilmu Hukum dan Program Studi Doktor Ilmu Hukum  mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Senja di Cik Di Tiro yang dipandu langsung oleh Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum dan Magister Ilmu Hukum, Prof. Jawahir Thontowi, S.H., Ph.D. dan Drs Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D Kaprodi MH UII.

Mengundang Alumni PDIH dan MH UII acara ini bertujuan untuk mendengarkan berbagai macam masukan, kesan dan pesan yang disampaikan oleh Alumni dua prodi tersebut, dengan maksud bahwa masukan tersebut nantinya akan menjadi acuan untuk pengembangan prodi selanjutnya. Demikian disampaikan Agus Triyanta, Ph.D. dalam sambutan pembukanya.

Sementara itu Prof. Jawahir menyampaikan ucapan terimakasih atas kehadiran para alumni dan atas integritas moral yang selama ini dimiliki alumni MH dan PDIH UII yang telah dirawat dengan baik, sehingga sampai saat ini para alumni pascasarjana Fakultas Hukum UII tetap membawa nama baik almamater dalam setiap kegiatan yang dilakukan.

PDIH khususnya mengundang para alumninya untuk kembali ke kampus dan memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan kampus karena saat ini PDIH sedang dalam upaya akselerasi atau percepatan program tanpa menghilangkan prinsip akademik yang selama ini telah berjalan untuk meraih level yang lebih tinggi, dalam hal ini harapannya Prodi PDIH akan mendapatkan Akreditasi A pada periode Akreditasi yang sedang berjalan.

Selain itu saat ini juga sedang dilakukan pengembangan multi kampus yang diketuai oleh Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D.  Dengan adanya pengembangan multi kampus tersebut harapannya PDIH dan MH UII bisa semakin luas dan leluasa dalam menyebarkan keilmuan hukum yang berintegritas sesuai cita-cita UII, dengan tetap mengusung jargon long tradition of freedom, dan leads you to explore the laws from authoritative sources. (humas)

Program Studi  Magister kenotariatan  Fakultas Hukum Universitas  Islam Indonesia menggelar Diskusi Alumni yang mengetengahkan isu-isu aktual seputar dunia notariat.  Mengundang Aulia Taufani, S.H. Not. Notaris yang juga merupakan alumni Fakultas Hukum UII, pada sore hari di Cikditiro Hari Sabtu, 14 September 2019 almuni MKN UII membahas beberapa persoalan diantaranya, notaris pada era 4.0 di mana segala sesuatu dilakukan secara digital, sementara itu beberapa prinsip kenotariatan masih belum bisa menyesuaikan dengan hal itu, terutama untuk akta-akta dengan aset yang bernilai sangat besar, meskipun saat ini cyber notary telah diatur dalam UUJN namun hal tersebut masih menjadi tantangan bagi para notaris.

Selain itu, isu mengenai Pendidikan Kenotariatan juga menjadi Isu yang banyak dibicarakan oleh para notaris apakah Magister Kenotariatan merupakan profesi ataukah pendidikan akademik? Karena saat ini kurikulum kenotariatan lebih banyak mengarah ke akademik daripada materi-materi tentang kenotariatan yang menuntut skill atau kemampuan sebagai notaris.

Aulia  Taufani juga menyoroti tentang bagaimana saat ini Notaris lebih mementingkan kuantitas akta daripada kualitas akta, dalam hal ini beberapa notaris rela dibayar rendah namun mereka sangat produktif sekali dalam membuat akta bahkan sampai ribuan akta perbulannya. Hal tersebut menjadi pertanyaan besar tentang bagaimana kualitas akta tersebut, karena menurutnya akta seharusnya mampu menjadi jaminan keamanan bagi klien, di mana ketika klien memegang akta tersebut klien merasa terjamin kepemilikannya di sanalah letak value seorang Notaris.

Aulia percaya bahwa tantangan 4.0 yang semakin nyata akan bisa terjawab dengan baik oleh para notaris namun begitu seharusnya hal tersebut tidak akan menginterupsi Jabatan Notaris. Aulia juga mengajak para alumni MKN UII untuk memberikan sumbangsih pemikiran terhadap tantangan yang dihadapi dunia kenotariatan, seperti bagaimana kedudukan hukum notaris berkaitan dengan perlindungan hukum, maupun kewajiban hukum , dan hukum yang harus ditegakkan bagi notaris yang bermasalah. (humas)

FOTO : Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., saat menyampaikan sambutannya dihadapan para alumni FH pada acara 1001 Alumni FH UII Pulang Kampung ( Nisa’/ Tim)

TAMANSISWA (UIINEWS): Tidak hanya dihadiri oleh para alumni muda saja, agenda 1001 Alumni Pulang Kampung Fakultas Hukum UII ( FH UII) yang diselenggarakan pada 15 – 16 Muharram 1441 H/ 14 -15 September 2019 juga dihadiri para alumni senior dari dari mulai angkatan 1970 hingga 2018, yang juga hadir dari berbagai daerah diseluruh Indonesia. Read more

Disampaikan kepada Seluruh Mahasiswa Prodi Hukum Program Sarjana FH UII terkait pelaksanaan Mata Kuliah Pemagangan:

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [167.00 B]

Menindaklanjuti Surat Edaran Wakil Rektor I Bidang Pengambangan Akademik dan Riset UII Nomor 2510/WR.I/20/DLA/IX/2019 perihal CEPT Camp Batch XIX tertanggal 10 September 2019 yang akan diselenggarakan pada: Read more

Sehubungan dengan pengelolaan perijinan atau ke depan akan disebut dengan istilah dispensasi perkuliahan kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:

Berdasarkan surat PERDEK Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Nomor : 01/PD-Dek/Div.URT/60/H/IX/2014 tentang IZIN TIDAK MENGIKUTI KULIAH PADA PROGRAM STUDI STRATA- 1 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA dan Edaran Dekan No: 23/Dek/20/DAA/II/2017 tentang Izin Tidak Mengikuti Kuliah. Read more