Tahun Baru IKP FH UII Lantik Pengurus Baru
Tahun Baru IKP FH UII Lantik Pengurus BaruTamsis, ( ) Jurnal Hukum Edisi Oktober 2015 ini akan menyajikan berbagai persoalan hukum up to date yang beragam, antara lain tentang perlindungan Indikasi Geografis terhadap Damar Mata Kucing (Shorea Javanica) sebagai upaya pelestarian hutan di Kabupaten Pesisir Barat Propinsi Lampung. Pendaftaran indikasi geografis menjadi syarat mutlak agar produk lokal mendapat perlindungan. Damar Mata Kucing (shorea javanica) kini tengah menghadapi penurunan populasi, perubahan situasi dan kondisi masyarakat serta degradasi luas areal lahan. Pembatasan penebangan pohon Damar Mata Kucing sejatinya sudah dilakukan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor S.459/Menhut-VI/2010, namun belum efektif. Pemahaman atas manfaat pendaftaran Indikasi Geografis oleh stakeholder dan masyarakat berperan penting agar repong damar tetap bertahan hidup dan dilindungi.
Artikel lainnya menyoroti tentang asas legalitas dalam Hukum Acara Pidana: kritikan terhadap Putusan MK tentang Praperadilan. Pentingnya asas legalitas (prosesuil) dalam penyelenggaraan hukum acara pidana dilandaskan pada pertimbangan untuk mencegah kesewenang-wenangan penguasa, in casu, pejabat penegak hukum pidana. Putusan MK dalam pengujian KUHAP telah memperluas lingkup praperadilan dan mengambil alih peran pembuat undang-undang. Satu hal yang terbaca di balik pertimbangan putusan tersebut adalah semangat MK untuk mengembangkan mekanisme pengawasan atas kinerja penyidik dalam penegakan hukum pidana. Sekalipun di sini sudut pandang yang dipilih adalah adanya asas legalitas prosesuil yang pada prinsipnya juga mengacu pada konsep negara hukum. Tujuannya adalah terselenggaranya due process ataupun fair trial penegakan hukum pidana yang sejalan dengan hukum, berkeadilan dan berwibawa.
Di samping kedua artikel tersebut, artikel selanjutnya mengkaji tentang konseling sebagai sanksi pidana tambahan pada Tindak Pidana KDRT. Sebagian besar Putusan KDRT di Pengadilan Negeri Yogyakarta dan Pengadilan Negeri Bantul dari tahun 2010-2014 hanya menggunakan Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 44 ayat 4 UU PKDRT dalam memutuskan perkara KDRT. Pidana tambahan berupa konseling belum pernah ada karena tuntutan/dakwaan dari Jaksa hanya menggunakan Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT. Padahal, penerapan pidana tambahan konseling akan efektif jika diterapkan double track system dengan memaksimalkan kedua jenis sanksi secara proposional.
Materi lain yang dikaji adalah tentang pengaturan dan penegakan hukum pengupahan dalam sistem hukum ketenagakerjaan. Pada hakikatnya, pekerja dengan pengusaha dalam proses produksi, mempunyai kedudukan yang sama atau sejajar berdasarkan perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama. Pengaturan dan penegakan hukum pengupahan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial pekerja telah dijamin oleh Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945. Tetapi, UUK dengan praktik labour market system dan PHK sepihak oleh pengusaha telah melemahkan amanat konstitusi.
Akhir kata, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan mengoreksi artikel jurnal hukum dan kepada penulis yang kritis menyikapi berbagai fenomena penegakan hukum di Indonesia. Semoga Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ini dapat menambah cakrawala keilmuan, pengetahuan, dan wawasan bagi pembaca yang budiman.

Jurnal-Hukum-no-2-vol-21-april-2014Fakultas Hukum UII, 11 Maret 2015. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Volume 21 Nomor 2 April 2014 hadir kembali dengan mengangkat sejumlah tulisan seputar isu permasalahan hukum kontemporer masa kini. Artikel pertama berjudul Recent Development on Tobacco Control Policy in Indonesia:Analyzing Obstacles Faced by Indonesia in the Ratification of Framework Convention on Tobacco Control. Di tengah upaya pemerintah meningkatkan standar pelayanan kesehatan, konsumsi rokok justru semakin bertambah. Ratifikasi FCTC sebenarnya dapat digunakan untuk melindungi kesehatan publik. Read more

Dian Kus Pratiwi, S.H., M.H.

Karya Ilmiah: Dian Kus Pratiwi, S.H., M.H.Dian Kus Pratiwi, S.H., M.H.

Verifikasi Penilaian terhadap Naskah Karya Ilmiah pada:

 

Jurnal Luar:

 

Makalah Ilmiah:

 

asdasdasdasdas

https://law.uii.ac.id/images/Jurnal/IusQAVol15no32008/2015IQI1Jan22/sampul-jurnal-hukum-ius-quia-iustum-no1-vol22-januari-2015.jpg
https://law.uii.ac.id/images/Jurnal/IusQAVol15no32008/2015IQI1Jan22/sampul-jurnal-hukum-ius-quia-iustum-no1-vol22-januari-2015.jpgMengawali periode terbitan di tahun 2015, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Volume 22 Nomor 1 Januari 2015 kembali hadir dengan menyajikan beragam artikel aktual terkait dengan dinamika persoalan hukum di Indonesia. Artikel pertama mengkaji tentang ultimum remedium dalam bidang lingkungan hidup. Penegakan lingkungan hidup melalui instrumen hukum pidana belum sepenuhnya digunakan untuk mengatasi segala bentuk kriminalitas lingkungan. Padahal dampak kejahatan lingkungan tersebut telah mengancam perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. UU No. 32 Tahun 2009 yang menerapkan prinsip ultimum remedium secara terbatas dianggap tidak berhasil. Pengaturan tindak pidana di bidang lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam RUU KUHP diharapkan dapat memberikan efek jera bagi perusak lingkungan.
Artikel lainnya menyoroti permasalahan tentang justifikasi hukum pidana terhadap kebijakan kriminalisasi pelanggaran hak cipta, serta perumusan kualifikasi yuridis dan jenis deliknya. Perlindungan terhadap hak cipta dipengaruhi oleh teori liberal-individualistik, bahwa negara boleh campur tangan terhadap kehidupan pribadi warganegara bila warganegara tersebut merugikan kepentingan orang lain. Pasal 56 UUHC 2002 mengatur perlindungan hukum terhadap hak cipta selain bersifat pidana, juga bersifat perdata. Hanya saja, untuk mengajukan gugatan perdata forumnya pada pengadilan niaga, sehingga tidak bisa digabungkan dengan perkara pidananya. Idealnya perkara pelanggaran hak cipta diselesaikan melalui pengadilan pidana, dengan memasukkan ganti rugi sebagai salah satu alternatif pidananya.
Artikel berikutnya tentang pengaturan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak. Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013, pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) legislatif dan presiden akan dilaksanakan secara serentak. Namun, putusan ini sama sekali tidak menyinggung tentang pemilihan kepala daerah. Permasalahannya berkaitan dengan lembaga mana yang berwenang untuk memeriksa dan memutus beratus-ratus kasus sengketa pemilukada dalam waktu yang bersamaan. Proses penyelesaian sengketa Pemilukada mempunyai batas waktu yang telah ditentukan, sementara UU No. 1 Tahun 2015 masih menyerahkan ke Mahkamah Konstitusi.
Di samping ketiga artikel tersebut, artikel lainnya mengupas tentang urgensi pengaturan peredaran minuman beralkohol di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasca dibatalkannya Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 oleh Mahkamah Agung, daerah dapat leluasa mengatur minuman beralkohol berdasarkan Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013. Namun, DIY belum memiliki sandaran hukum untuk mengatur masalah pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol. Maraknya aksi kejahatan akibat dari minuman beralkohol ini berpotensi mereduksi tatanan patern of behavior masyarakat Yogyakarta. Apalagi korban pesta minuman beralkohol ‘oplosan’ semakin hari semakin memprihatinkan.
Akhirnya, kami haturkan segenap rasa terima kasih kepada mitra bestari yang telah meluangkan waktunya untuk mengoreksi artikel jurnal hukum ini. Serta kepada penulis yang berpartisipasi menyumbangkan pemikirannya demi menegakkan hukum dan keadilan. Kami berharap tema-tema yang disajikan dalam jurnal hukum kali ini dapat memperkaya khasanah keilmuan para pembaca sekalian.
Semoga bermanfaat. Selamat membaca.
Wabillahittaufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
jurnal-hukum-ius-quia-iustum-no-4-vol-21-oktober-2014
jurnal-hukum-ius-quia-iustum-no-4-vol-21-oktober-2014
Assalamu’alaikum wr wb.
Memasuki bulan Oktober 2014, Indonesia telah mendapatkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pilpres pada bulan Juli lalu. Berkaitan dengan peristiwa tersebut, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Volume 21 Nomor 4 Oktober 2014 kali ini hadir dengan menyajikan beragam isu, diantaranya menyoroti seputar dinamika momentum pesta demokrasi Indonesia. Artikel pertama mengangkat permasalahan seputar inkompatibilitas sistem pemilu dengan prinsip sistem pemerintahan presidensial di Indonesia. Desain sistem pemilu di Indonesia pasca reformasi terus mengalami perubahan yang signifikan. Paket UU pemilu yang menganut demokrasi majoritarian, dianggap tidak sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial, apalagi jika dihadapkan pada realitas sistem multipartai. Peran DPR yang semakin bertambah kuat (superbody) berpotensi menyebabkan sistem pemerintahan presidensial berjalan tidak efektif.
Artikel selanjutnya masih membahas politik hukum sistem pemilu legislatif dan presiden tahun 2009 dan 2014 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi. Lahirnya undang-undang pemilu tidak terlepas dari konfigurasi politik yang tercermin dalam sistem dan pelaksanaannya. Pasang surut perubahan substansi pasal pada paket UU pemilu menandai perubahan arah politik hukumnya. Putusan Mahkamah setidaknya memperlihatkan bahwa penegakan demokrasi substansial lebih diutamakan dibandingkan dengan demokrasi proseduralnya.
Artikel ketiga berisi kajian tentang pengisian jabatan hakim. Secara teoretis, Jabatan Hakim Agung dan Hakim Konstitusi bukanlah jabatan politik. Namun praktiknya, senantiasa terdapat dimensi politik dalam proses pengisian jabatan Hakim Agung dan Hakim Konstitusi tersebut. Adanya sejumlah persyaratan dan mekanisme pengisian Hakim Agung dan Hakim Konstitusi yang sangat kompleks, ternyata tidak mampu menghasilkan hakim yang berkualitas dan kredibel. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sikap pengekangan diri guna menjaga reputasi kekuasaan kehakiman.
Beralih pada permasalahan selanjutnya mengenai asuransi tanggung jawab produk dan perlindungan terhadap konsumen. Konsekuensi dari perdagangan bebas yang paling nyata berupa kompetisi yang fair di antara produsen dan keseimbangan antara kepentingan produsen dengan konsumen. Kualitas produk menjadi indikator utama bagi konsumen, sedangkan biaya produksi yang rendah menjadi kepentingan utama produsen. Namun keseimbangan demikian sangatlah rentan. Kehadiran asuransi tanggung jawab produk sejatinya dapat memberikan jaminan kepada konsumen untuk penggantian kerugian yang dialaminya.
Akhirnya, besar harapan kami agar sejumlah artikel ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca sekalian. Tak lupa, kami haturkan terima kasih kepada mitra bestari yang berkenan memberikan saran dan rekomendasi yang konstruktif pada Jurnal Hukum ini dan juga kepada para penulis yang telah berupaya konsisten dalam berkarya untuk memperbaiki penegakkan hukum di negeri tercinta, Indonesia. Selamat membaca Wabillahittaufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

| Daftar Isi | Abstrak |

PUBLIKASI DOSEN FAKULTAS HUKUM UII

M. Syamsudin, Dr., S.H., M.Hum.

 Ni’matul Huda, Dr., S.H., M.Hum.
 Dian Kus Pratiwi, S.H., M.H.Dian Kus Pratiwi, S.H., M.H.

Ratna Hartanto, S.H., LL.M.

Retno Wulansari, S.H., M.H.

Siti Hapsah Isfardiyana, S.H., M.Hum.

 Sufriadi, S.H., M.H.Sufriadi, S.H., M.H.

Syarif Nurhidayat, S.H., M.H.


 

 

Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Volume 21 Nomor 3 Juli 2014 mengetengahkan beragam tema kajian mulai dari sengketa kewenangan lembaga negara, tanggung jawab perseroan terbatas, hukum waris Islam, dan hukum internasional. Tulisan pertama mengangkat permasalahan seputar studi kritis mengenai kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dalam mengawal electoral integrity di Indonesia.
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Volume 21 Nomor 3 Juli 2014 mengetengahkan beragam tema kajian mulai dari sengketa kewenangan lembaga negara, tanggung jawab perseroan terbatas, hukum waris Islam, dan hukum internasional. Tulisan pertama mengangkat permasalahan seputar studi kritis mengenai kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dalam mengawal electoral integrity di Indonesia. Berdasarkan UU Penyelenggara Pemilu, DKPP diberi wewenang untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Namun, belakangan sejumlah putusan DKPP menimbulkan persoalan hukum karena telah mengaburkan batas-batas wewenang dan pola hubungan antar penyelenggara pemilu itu sendiri, sehingga DKPP terkesan sangat “akrobatik” dalam menjalankannya wewenangnya.
Artikel selanjutnya mengupas tentang perkembangan prinsip tanggung jawab (bases of liability) dalam hukum internasional dan implikasinya terhadap kegiatan keruangangkasaan. Article VI dan Article VII the OST menetapkan negara sebagai aktor utama dalam kegiatan keruangangkasaan dan bertanggung jawab terhadap kegiatan keruangangkasaan nasional. Indonesia sampai saat ini belum memiliki seperangkat legislasi nasional yang mengatur tanggung jawab negara dalam kegiatan keruangangkasaan, sementara pelaku kegiatan ini sudah melibatkan non-governmental entities.
Di samping kedua artikel tersebut, artikel lainnya membahas tentang penyelesaian sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara sebagai salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi. Jika sebelum amandemen kedaulatan rakyat sepenuhnya berada di tangan MPR, maka setelah amandemen UUD 1945, kedaulatan rakyat telah di distribusikan ke MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, BPK, dan lembaga independen lain. Meskipun pembagian kekuasaan telah dilakukan, potensi sengketa antar lembaga negara cenderung tinggi, dikarenakan hubungan antara satu lembaga dengan lembaga lainnya diikat oleh prinsip check and balances, dimana lembaga-lembaga mempunyai kedudukan yang sedarajat dan saling mengendalikan.
Artikel selanjutnya membahas mengenai hak kewarisan cucu (analisis yurisprudensi Mahkamah Tinggi Syariah di Selangor, Malaysia dan Mahkamah Agung di Indonesia. Hak cucu yang tertutup dalam fiqh mujtahid, diperbarui dalam fiqh perundang-undangan di Selangor dan di Indonesia. Keberadaan wasiat wajibah di Selangor merupakan hasil ijtihad tatbiqi yang sejalan dengan prinsip Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Sementara ahli waris pengganti merupakan adopsi dari hukum perdata belanda yang berasal dari Code Civil Napoleon Perancis. yang tidak dilandasi oleh keimanan (syahadat), bertentangan dengan prinsip keadilan, asas ijbari, dan tidak sejalan dengan unsur-unsur kewarisan.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang berkenan memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Hukum dan juga kepada para penulis yang telah menyumbangkan pemikirannya atas berbagai persoalan yang muncul di tengah masyarakat. Semoga Jurnal Hukum ini memberikan inspirasi dan menambah wawasan para pembaca sekalian.
 

Artikel Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Volume 21 Nomor 3 Juli 2014 : | sampul | abstrak | biodata penulis

 
 
Syarif Nurhidayat, S.H., M.H.

Karya Ilmiah: Syarif Nurhidayat, S.H., M.H.
Syarif Nurhidayat, S.H., M.H.

Verifikasi Penilaian terhadap Naskah Karya Ilmiah pada:

 

Jurnal Luar:

syarif nu