Tag Archive for: Ari Wibowo

Penulis: Ari Wibowo, S.HI., S.H., M.H.

Dosen Fakutas Hukum UII, Departemen Hukum Pidana.

Pada zaman Orde Baru, istllah ‘subversi” dan “makar’ sangat tidak asing di telinga masyarakat, Bagalnrana tidak, delik subversi dan”nnkaLsant ltu sering terucap dari mulut para pejatbat untuk mengancam kelompok tertenru yang dianggap membahayakan kekuasaan. Pascareformasl, kedua istilah tersebut terdengar asing. Bahkan, Benerasi baru barangkall tak mengenalnya, “Subversi” sudah menjadi sejarah hukum yang hanya terdengar dl ruang-ruang kuliah fakultas hukum karena undang-undangnya telah dicabut. lstilah “makar’ nyaris tak pernah diucapkan lagi oleh penguasa meskipun sampai dengan saat lni pengaturannya masih eksis dalam KUHP.

Makar, terutarna yang dlatur dalam Pasal 1 07 KUHP, menl,:di salah satu delik primadona madona bagl penguasa Orde Baru untuk menghabisi musuh politiknya. Tidak jarang aktivis yang kritis dengan kebijakan penguasa dilibas dengan pasal makar karena dianggap punya maksud menggulingkan pem€rlntah yang sah. Lama tak terdengar, saat ini istilah “makar” kembali akrab di telinga publik.

Dalam beberapa kesempatan, menteri pertahanan era Presiden Jokowi kembali memopulerkan istilah “makar” kepada publik terutama saat ada beberapa orang yang menyuarakan ajakan people power.

Masyarakat pun akhlrnya mulai latah, ikut’ikutan rnenggunakan istilah “makar” yang sebenarnya tldak ia pahaml artinya. Seolah dianggap hal biasa, padahal makar merupakan kejahatan serius dengan ancaman pidana berat bagi pelakunya.

lsu makarjuga berpotensi mengakibatkan kegaduhan di tengah masyarakat. Seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu, adanya agenda diskusi bertajuk “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” yang diselenggarakan sekelompok mahasiswa akhirnya dibatalkan karena ada teror kepada narasumber dan penyelenggaranya.

Padahal, darijudulnya, diskusi tersebut sama sekali tidak mengindikasikan adanya upaya makar menggulingkan pemerintah yang sah. Maka, aneh jika peneror menganggapnya sebagai makar, bahkan sampai rnengancam akan membunuh panitia penyelenggaranya.

Adanya keanehan tersebut mendorong publik untuk mencari-cari apa pemicu di balik teror tersebut. Salah satu yang ditemukan dan menjadiviral adalah artikel yang ditulis seorang akadernisi berinisial BPW dengan judul “Gerakan Makar di UGM Saat jokowi Sibuk Atasi Covid-l9”. Dalam tulisannya, BPW menilai bahwa rencana diskusi tersebut adalah makar. Meski diakuinya hanya sebatas opini sederhana, bukan berarti orang bebas dalam beropini. Ada batasan tertentu kapan opini merppakan bagian dari kebebasan berpendapat dan kapan sudah masuk dalam ranah pidana.

Jauh dari Makar

Menurut Abdul Hakirn G Nusantara (1995), hukum pidana politik merupakan sarana hukum untuk melindungi kepentingan negara dari musuh-musuh politiknya yang memiliki maksud mengubah sistem politik dan pemerintahan negara. Perbuatan yang dilarang di dalamnya dikenal dengan sebutan delik atau kejahatan politik. Sekalipun bukan merupakan istilah hukum (juridicatterm), istilah ini sudah sejak lama dikenal dalam perbincangan akadernik dan masyarakat {academic and social term).

Stephen Schafer, misalnya, mengidentifikasi setidaknya ada sembilan jenis kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan politik, salah satunya kejahatan terhadap negara/keamanan negara. Dalam KUHP, kejahatan terhadap keamanan negara diatur dalam Bab I Buku Kedua yang salah satunya adalah makar.

Dengan melihat konstelasi politik saat ini, pasal makaryang potensial digunakan penguasa atas nama melindungi kepentingan negara adalah pasal 107, yakni makar yang dilakukan dengan maksud menggulingkan pernerintah yang sah. Maksud menggulingkan pemerintah yang sah di sini dapat berupa perbuatan mengubah bentuk pemerintahan dengan cara tidak sah, mengubah tata cara penggantian kepala negara dengan cara tidak sah, atau mengubah sistem pemerintahan dengan cara tidak sah.

Pasal 107 KUHP inilah yang digunakan untuk menjerat beberapa pihak yang menyuarakan ajakan people powerselepas pemilihan presiden dan wakil presiden pada 2019 lalu. Pasal ini pula yang tampaknya oleh BPW dianggap layak digunakan untuk menjerat para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan diskusi hanya karena dalam judulnya menyantumkan frasa “pemecatan presiden”.

Tidak sesederhana itu. KUHP memang tidak memberikan definisi mengenai makar (aanslag). Namun, Pasal 87 KUHP menjelaskan bahwa “makar untuk melakukan suatu perbuatan” dianggap ada apabila niat untuk itu telah ternyata dengan dilakukannya perbuatan permulaan pelaksanaan.

Dalam berbagai literatur hukum pidana, suatu perbuatan dlkatakan sudah sampai pada tahap perrnulaan pelaksanaan jika perbuatannya benar-benar telah mendekatkan pada delik yang dituju atau dimaksud dan harus tidak ada keraguan lagi bahwa apa yang telah dilakukan ditujukan atau diarahkan untuk mewujudkan delik yang diinginkan.

Dari ciri tersebut, agenda diskusiyang akan membahas pemberhentian presiden sangat jauh dari makar karena sama sekali tidak ada perbuatan yang dekat dengan upaya menggulingkan presiden secara tidak sah. Bahkan, indikasi niat ke arah sana saja belum ada. Apalagi, dalam judul diskusi jelas disebutkan “ditinjau dari sistem ketatanegaraan” dan dalam UUD 1945 menrang ada pengaturan mengenai pemakzulan presiden sehingga mendiskusikannya merupakan hal yang wajar.

Perlu Ada Pelajaran

Dalam kasus teror terkait agenda diskusi pemberhentian presiden, setidaknya ada dua pihak yang bisa diproses secara hukum. Pertama, pihak peneror. Kedua, BPW. Pihak peneror dapat dikenakan ketentuan Pasal 45B7uncro Pasal 29 UU ITE yang mengatur perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang berlsi ancaman kekerasan atau menakuti-nakuti yang ditunjukkan secara pribadi. Karena peneror melakukan perbuatannya menggunakan telepon seluler dan nomor yang digunakan sudah pasti tidak aktif lagi, tentu akan ada hambatan untuk melacaknya.

Meski ada hambatan, hal ini menjadi tantangan bagi pihak kepolisian untuk menemukan penerornya. Terlebih, dalam pesan yang sudah tersebar, peneror mengaku berasal dari salah satu ormas keagamaan besar di lndonesia. Pengakuan tersebut sangat konyol dan secara nalar nyaris mustahil ada peneror yang ‘Jujur” menyebut afiliasinya. Selain itu, ormas tersebut belakangan ini banyak menunjukkan sikap kritis terhadap pemerintah, mulai dari RUU minerba, RUU cipta lapangan kerja, RUU revisi UU KPK, hingga kebijakan pemerintah dalam
penanganan pandemi Covid-19.

Dari sinilah publik mulai berasumsi ada campur tangan penguasa di balik aksi teror tersebut. Terlebih, pola teror semacam ini pernah identik dengan penguasa pada era Orde Baru. Asumsi publik tersebut dapat ditepis jika kepolisian berhasil menangkap pelakunya, apalagi jika di pengadilan dapat dibuktikan bahwa aksi tersebut steril clari campur tangan penguasa. Namun, sebaliknya, jika kepolisian gagal menangkap pelakunya, bukan mustahil asumsi itu akan semakin menguat, seperti yang terjadi pada kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, dan pada gilirannya akan menurunkan martabat pemerintah di mata publik.

Adapun untuk BPW, artikelnya sudah mengarah pada ujaran kebencian sehingga masuk ke ranah pidana. la bisa dikenai Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU ITE atas perbuatannya yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.

Pasal tersebut dirumuskan sebagai delik formil. Artirrya, tidak harus telah menimbulkan akibat tertentu, tetapi cukup ada unsur kehendak untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan. Ada juga inclikasi bahwa artikel itu menjadi pemicu terjadinya tindakan teror kepada narasumber dan penyelenggara diskusi. Meskipun semua itu nanti bergatung pada pembuktian di pengadilan, paling tidak fakta dan indikasi yang ada dapat menjadi dasar bahwa BPW layak untuk diproses secara hukum.

Proses hukum terhadap dua pihak tersebut penting dilakukan. Jika pengadilan menyatakan bersalah, pidana yang dijatuhkan nantinya bukan sebagai bentuk pembalasan, melainkan untuk kebaikan pelaku sendiri dan masyarakat. Sebagaimana dikatakan Plato: “nemo prudents punit, quia peccatum, sed ne peccetur’ (seorang bijak tidak menghukum karena dilakukannya dosa, tetapi agar tidak lagi dilakukan dosa). Jadi, melakukan proses hukum dalam kasus ini merupakan jalan kemuliaan.

 

Tulisan ini sudah dimuat dalam REPUBLIKA.co.id,  2 Juni 2020.

Tamansiswa (18/12) Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum (PSHK FH UII) menyelenggarakan Refleksi Akhir Tahun 2017 sekaligus Launching E-Buletin PSHK FH UII pada Senin, 18 Desember 2018 jam 08.00-15.00 WIB di Ruang Sidang Utama Lt. 3 FH UII Jl. Tamansiswa 158 Yogyakarta.

Read more

Taman Siswa, 6 Oktober 2016. Issu LGBT di Indonesia menjadi perbincangan yang semakin menarik. Setelah di belahan Amerika telah memberikan pengakuan terbuka dengan melegalkan perkawinan sejenis, maka issu LGBT di seluruh dunia termasuk di Indonesia memasuki babak baru. Mau mengikuti Amerika ataukah kita bertahan dengan situasi budaya luhur bangsa sendiri. Berangkat dari kegelisahan tersebut di atas, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia di bawah supervisi Bpk. Abdul Kholiq SH., M.Hum. mengadakan diskusi publik dengan tajuk, “Kriminalisasi LGBT: Perspektif HAM, Hukum Pidana, dan Hukum Pidana Islam”. Read more

FH Seminarkan Hate Speech Dalam Era Demokrasi

FH Seminarkan Hate Speech Dalam Era Demokrasi

Tamansiswa, (23/12) Eksistensi delik penghinaan dan ujaran kebencian (hate speech) kembali menjadi perbincangan publik dengan berbagai pro dan kontranya. Hal ini dikarenakan Kepala Kepolisian RI ( Ka.Polri) mengeluarkan Surat Edaran ( SE) No. 6/X/2015 tentang penanganan Ujaran Kebencian.

Read more

FH UII Merespon Sanksi Kebiri Kimia Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak
FH UII Merespon Sanksi Kebiri Kimia Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Pada AnakTamansiswa, Memandang pentingnya penyelesaian masalah kekerasan seksual terhadap anak untuk kembali ditinjau lebih dalam, maka pada Senin, 30 November 2015/ 18 Shafar 1437 H bertempat di Ruang Sidang Utama Lantai 3, FH UII menggelar acara Diskusi Publik dengan tajuk “ Merespon Gagasan Pidana Kebiri Kimia bagi Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak “.
FH UII Merespon Sanksi Kebiri Kimia Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Pada AnakMeningkatnya angka kekerasan seksual pada anak menjadi keprihatinan bersama. Bahkan, pemerinta telah menggagas peraturan pengganti Undang-undang ( Perpu) sebagai dasar legitimasi salah satu bentuk pidana baru yakni kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Hal ini muncul setelah melihat pidana penjara yang sudah ada, tidak memiliki daya tangkal yang kuat untuk menjerakan pelaku kekerasan terhadap anak. Memandang pentingnya hal tersebut untuk kembali ditinjau lebih dalam, maka pada Senin, 30 November 2015/ 18 Shafar 1437 H bertempat di Ruang Sidang Utama Lantai 3, FH UII menggelar acara Diskusi Publik dengan tajuk “ Merespon Gagasan Pidana Kebiri Kimia bagi Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak “.
Hadir selaku pemateri dalam kegiatan tersebut, Dr. Aroma Elmina Martha, SH., MH membedah dari segi kriminologi, Ari Wibowo, SHI., SH., MH membedah dari segi hukum pidana, dan M.Abdul Kholiq, SH., M.Hum sebagai pengkaji issu kebiri kimia dari sudut hukum pidana Islam dan Syarif Nurhidayat, SH., Mh berlaku sebagai moderator. Hadir para tamu undangan dari Lembaga Penegak Hukum dan LSM pemerhati wanita dan anak, masyarakat umum dan para mahasiswa FH UII.
Syarif Nurhidayat, SH., MH selaku ketua panitia Diskusi Publik menyampaiakn bahwa pidana kebiri kimia ini meskipun baru di Indonesia, tetapi tidak bagi beberapa negara lain seperti di California, Swedia, Jerman, Inggris maupun Prancis. Beliau juga menambahkan bahwa gagasan terkait pidana kebiri kimia di Indonesia ini perlu dikaji dengan baik mengenail justifikasi atau argumentasi pembenar atas pidana kebiri kimia ini, jangan sampai dengan diberikanmya sanksi pidana ini kepada pelaku kejahatan hanya berdasarkan emosional semata, apabila terjadi seperti itu maka akan kontraproduktif.
Dekan FH, Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum dalam sambutannya menyampaikan bahwa FH merespon segala persoalan-persoalan keumatan terlebih persoalan anak-anak yang merupakan para genersai bangsa. Ditambahkan beliau bahwa dengan diselenggarakannya diskusi publik ini diharapkan dapat memberikan solusi yang terbaik dan harapannya hal ini dapat dipublikasikan.
Dalam forum tersebut, Dr. Aroma Elmina Martha, SH., MH mengingatkan untuk berhati-hati ketika akan menerapkan kebijakan pidana kebiri kimia ini. Karena menurut beliau harus ada korelasi yang jelas antara motif pidana dengan konstruksi sanksi yang diberikan. Orang melakukan kekerasan seksual pada anak bisa saja karena memiliki kelainan mental, misalnya pedofil, sehingga tidak bisa serta merta dikenakan sanksi pemberat, karena hal itu justru harus direhabilitasi agar kembali bisa hidup normal.
Disisi lain, Ari Wibowo, SHI., SH., MH ketiak mengulas dari segi filsafat pemidanaan menyatakan bahwa pidana kebiri memiliki justifikasi teoritik. Bentuk pidana ini setidaknya didukung oleh filsafgat pemidanaan gabungan antara retributif atau pembalasan dan relatif yang mengutamakan pencegahan. Dengan tegas beliau menambahkan bahwa di satu sisi pidana kebiri di posisikan sebagai pembalasan atas kekerasan seksual terhadap anak, karen atindak pidananya terkait seks, maka balasan yang dianggap setimpal adalah pidana yang bersifat seksual pula. Hal ini menmcerminkan prinsip proporsionalitas atau keadilan retributif. Disisi lain, kebiri juga diharapkan dapat menjadi alat pencegah kekerasan seksual terhadap anak, baik berupa efek penjeraan terhadap diri pelaku, maupun masyarakat umum agar tidak melakukan perbuatan serupa.
M. Abdul Kholiq, SH., M.Hum dari perspektif islam menyampaikan bahwa pidana kebiri kimia memiliki dasar pemikiran yang kuat. Ditambahkan beliau bahwa kekersan seksual dapat dikategorikan sebagai kejahatan yang dapat dikenai qishash , karena kekersan seksual dapat dipahami sebagai kekerasan terhadap badan berupa perusakan terhadap kelamin korban, sehingga sanksi yang dikenakan juga sanksi yang setimpal, yakni perusakan atau menghilangkan fungsi kelamin pelaku.
Pada sesi terakhir, pimpinan Fakultas Hukum menyatakn sikap untuk mendukung dan mendorong pemerintah segera merumusakn pidana kebiri kimia ini secara legal dalam perpu. Harapannya ke depan, anak-anak Indonesia dapat tumbuh dengan perasaan aman dan kondusif serta jauh drai berbagai ancaman kekerasan.
Mengfungsikan Peran Mahasiswa Melalui PKM
Mengfungsikan Peran Mahasiswa Melalui PKMFakultas Hukum, (20/8) Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh Dikti guna memberi ruang untuk para Mahasiswa menunjukkan kreativitasnya. PKM merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Ditjen Dikti dalam meningkatkan kualitas peserta didik (mahasiswa) di perguruan tinggi
Fakultas Hukum, (20/8) Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh Dikti guna memberi ruang untuk para Mahasiswa menunjukkan kreativitasnya. PKM merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Ditjen Dikti dalam meningkatkan kualitas peserta didik (mahasiswa) di perguruan tinggi agar kelak dapat menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan meyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta memperkaya budaya nasional.
Program Kegiatan Mahasiswa (PKM) dikembangkan untuk mengantarkan mahasiswa mencapai taraf pencerahan kreativitas dan inovasi berlandaskan penguasaan sains dan teknologi serta keimanan yang tinggi. Dalam rangka mempersiapkan diri menjadi pemimpin yang cendekiawan, wirausahawan serta berjiwa mandiri dan arif, mahasiswa diberi peluang untuk mengimplementasikan kemampuan, keahlian, sikap tanggungjawab, membangun kerjasama tim maupun mengembangkan kemandirian melalui kegiatan yang kreatif dalam bidang ilmu yang ditekuni.
Sejalan dengan Visi UII yang menginginkan terwujudnya Universitas Islam Indonesia sebagai rahmatan lil’alamin, memiliki komitmen pada kesempurnaan ( keunggulan), risalah Islamiyah, di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, setingkat universitas yang berkualitas di negara-negara maju. Berpedoman pada tujuan diadakannya PKM oleh DP2M dan pada Visi UII, maka Fakultas Hukum UII mengadakan Workshop Penyusunan Proposal PKM 2015 bagi para Mahasiswa Di FH UII.
Acara yang diselenggarakan oleh Bidang Kemahasiswaan, Kerjasama dan Alumni FH UII (BKKA) Pada 5 Dzulqa’idah 1436 H/ 20 Agustus 2015 di RS.Utama Lantai 3 FH UII ini bertujuan untuk memberikan arahan dan pengarahan kepada para mahasiswa untuk dapat menyusun proposal PKM dengan baik. Acara ini juga diadakan untuk menambah semangat Mahasiswa FH UII untuk tetap berperan aktif dan berprestasi salah satunya dalam pembuatan PKM.
Hal ini pun disampaikan oleh Dekan FH UII, Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) merupakan wadah yang sangat penting bagi mahasiswa untuk meningkatkan keilmuannya melalu wadah PKM, terutama pembaharuan dalam Bidang Hukum melalui penelitian-penelitian yang digiatkan. Masih dalam sambutannya, beliau berharap melalui Bidang Kemahasiswaan FH UII para mahasiswa dapat mengfungsikan perannya untuk berperan aktif dalam PKM. Akhir sambutannya, Dekan FH UII tidak lupa memberikan dukungan penuh dan semangat untuk para mahasiswa untuk Fastabiqul khairat dengan Universitas lain melalui PKM ini.
Hadir selaku pemateri, Ari Wibowo, SH., SHI., MH yang juga merupakan Dosen di FH UII yang memberikan kiat-kiat dalam penyusunan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) secara mudah serta memberikan memberikan arahan dan gambaran secara teknis tentang bagaimana proses pembuatan proposal PKM hingga pengajuan propasl PKM ditingkat Universitas.
Syarif Nurhidayat, SH., MH selaku Koordinator BKKA FH UII juga menghimbau kepada para mahasiswa untuk tidak takut ataupun ragu untuk berperan aktif di PKM, karena pada setiap kelompok yang mengajukan proposal PKM akan didampingi oleh Dosen-dosen yang sesuai dengan bidang Proposal yang diajukan, sehingga PKM di FH UII akan tetap terus aktif.