Tag Archive for: Dahlan Thaib

Pekan Konstitusi Tribute to Prof. Dr. Dahlan Thaib SH., M.Si
18 Agustus 2015 Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII akan mengadakan kegiatan Pekan Konstitusi yang mengambil tema: Tribute to Prof. Dr. Dahlan Thaib SH., M.Si. Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah dalam rangka memperingati Hari Konstitusi, demikian kata Anang Zubaidy, S.H., M.Hum. selaku Direktur PSHK FH UII. | agenda acara | lomba esai konstitusi |
 
 
 
Sebagaimana kita pahami bersama, konstitusi merupakan hukum dasar, hukum tertinggi (the supreme law of the land), dan kesepakatan-kesepakatan dasar yang mengatur bekerjanya negara dan pengaturan serta pembatasan kekuasaan negara dan hubungan antara organ-organ negara dengan warga negara.
 
Selain itu, konstitusi merupakan kristalisasi normatif atas tugas negara dalam memberikan perlindungan hak asasi manusia dan melaksanakan pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat. Mengutip apa yang dikemukakan oleh K. C. Wheare, bahwa konstitusi merupakan resultante (pencerminan) atau produk kesepakatan dari situasi politik, sosial, ekonomi pada waktu tertentu. Dalil ini menegaskan bahwa tidak ada satupun konstitusi yang dapat dipaksakan berlaku selamanya. Dengan demikian, jika situasi, tuntutan, dan kebutuhan masyarakat berubah maka konstitusi sebagai resultante juga dapat berubah. Oleh karenanya konstitusi harus melakukan penyesuaian terhadap perkembangan dan tuntutan masyarakat guna mendorong terwujudnya konstitusi yang dinamis dan menjadikannya sebagai a living constitution yang pada gilirannya terwujudnya konstitusionalisme.

Saat ini, dapat dikatakan Indonesia sudah memiliki konstitusi yang lebih demokratis dan lebih modern. Namun demikian, banyak masyarakat yang belum memahami apa yang menjadi nilai-nilai yang ada di konstitusi. Dari sini, seluruh komponen negara dan bangsa yang sudah memahami apa itu konstitusi harus memberikan pemahaman secara menyeluruh kepada warga masyarakat tentang UUD NRI 1945. Setelah ada pemahaman yang baik mengenai konstitusi, langkah selanjutnya adalah mewujudkan sikap dan perilaku yang taat dan patuh terhadap konstitusi yang pada tahap puncaknya adalah terwujudnya budaya sadar berkonstitusi di kalangan aparatur negara dan warga negara.

Berangkat dari hal tersebut di atas, maka Universitas Islam Indonesia mendirikan Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) sebagai bentuk sumbangsih UII kepada negara di bidang pendidikan terutama pendidikan kesadaran berkonstitusi. PSHK FH UII itu sendiri merupakan salah satu pusat studi di bawah naungan Universitas Islam Indonesia yang didirikan pada tahun 2007 yang mempunyai visi “Menjadi pusat studi yang responsif terhadap perkembangan isu-isu konstitusi serta menjadi barometer pengembangan keilmuan hukum konstitusi bagi lembaga sejenis”. Adapun misinya ialah mengembangkan kajian hukum konstitusi dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hukum konstitusi Indonesia kepada masyarakat.

Dalam rangka menyambut dan merayakan Hari Konstitusi yang jatuh pada tanggal 18 Agustus, PSHK FH UII akan mengadakan kegiatan Pekan Konstitusi yang mengambil tema: Tribute to Prof. Dr. Dahlan Thaib SH., M.Si. Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah dalam rangka memperingati Hari Konstitusi. Hal ini didasarkan oleh pemahaman awal bahwa Konstitusi merupakan salah satu pilar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui kegiatan ini, segala permasalahan yang berkaitan dengan konstitusi akan di eksplorasi lebih jauh dan pada akhirnya diharapkan muncul gagasan inovatif, kritis dan implementatif untuk menyelesaikan berbagai masalah yang terkait dengan konstitusi sebagai hasil pemikiran dari seluruh pemerhati konstitusi.

Peringatan hari konstitusi pada tahun ini, PSHK FH UII sengaja mempersembahkan kegiatan ini untuk Prof. Dr. Dahlan Thaib SH., M.Si. Hal ini didasarkan karena banyaknya jasa beliau di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia khususnya bagi PSHK FH UII dan terutama bagi Indonesia. Sumbangsih beliau dalam mengatasi problematika ketatanegaraan di Indonesia tidak bisa diremehkan. Semasa hidupnya beliau pernah menjabat sebagai Asisten I Bidang Pemerintahan DIY dan menjadi Pjs Walikota Yogyakarta. Ditingkat nasional, beliau juga seringkali memberikan pencerahan pada forum-forum akademis dan pemerintahan, serta tercatat sebagai anggota Komisi Konstitusi, yang memberikan masukan kepada MPR bagi penyempurnaan proses amandemen UUD 1945. Di luar itu, karya-karya beliau di bidang hukum tata negara, hingga kini masih bisa “dinikmati” oleh pemerhati dan pembelajar konstitusi dan hukum tata negara Indonesia.

Karya-karya Prof Dahlan Thaib selalu menginspirasi para penerusnya di kampus almamater tercinta. Beberapa yang menjadi karyanya ialah Buku “Ketatanegaraan Indonesia Perspektif Konstitusional”; Buku “Teori Konstitusi”; dan lain sebagainya. Pemikiran-pemikiran ketatanegaraannya patut dan layak untuk diperhitungkan. Selain itu, perhatiannya terhadap konstitusi juga cukup tinggi.

Di lingkungan Universitas Islam Indonesia, Prof Dahlan Thaib merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara UII. Beliau adalah alumni FH UII yang lulus pada tahun 1976 yang kemudian menjadi dosen aktif di FH UII. Tahun 1983 beliau menyelesaikan Program Studi Ilmu Politik Pasca Sarjana UGM, dan pada tahun 2000 menyelesaikan program doktoral di Universitas Padjadjaran Bandung. Oleh karena itulah, kegiatan Pekan Konstitusi ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari konstitusi sekaligus mengenang dedikasi Prof Dahlan Thaib kepada almamater tercinta dan bangsa.
Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia. Konstitusi tidak boleh hanya sekedar dipandang sebagai teks yang mati, melainkan harus dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

RANGKAIAN KEGIATAN
1. Diskusi Terbatas dan Konferensi Pers Memperingati Hari Konstitusi.
Kegiatan ini mengambil tema “Napak Tilas Perjalanan UUD NRI 1945”. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memmotret kembali perjalanan konstitusi Indonesia berserta berbagai perkembangan yang melingkupinya. Format kegiatan adalah diskusi dengan narasumber Dr. Saifudin SH., M.Hum dan Jamaludin Ghafur SH., MH.
 
2. Eksaminasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XII/2014.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XII/2014 adalah berkaitan dengan pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi khususnya yang berkaitan dengan pengisian jabatan komisioner KY dan KPK. Putusan tersebut merupakan hasil judicial review yang diajukan oleh Rektor UII dan Direktur PSHK FH UII.
Putusan ini akan dibedah oleh 3 (orang) narasumber yang berkompeten di bidangnya. Para narasumber tersebut antara lain: Dr. Ni’matul Huda SH., M.Hum. (Pakar Hukum Tata Negara UII), Dr. Busyro Muqoddas SH., M.Hum. (mantan Ketua KPK), Sri Hastuti Puspitasari SH., MH. (Pemohon Pengujian UU KY dan UU KPK).
Output dari kegiatan ini adalah adanya prosiding diskusi yang menelaah secara kritis putusan tersebut. Selain itu, diharapkan prosiding juga memuat mengenai rekomendasi mekanisme pengisian jabatan lembaga negara, khususnya KY dan KPK.
 
3. Konferensi Konstitusi “Menata Format Kelembagaan Negara”
Bentuk kegiatan ini adalah diskusi terbatas dan terfokus pada isu-isu krusial dalam UUD 1945. Kegiatan ini akan dipandu oleh Anang Zubaidy SH., MH. (Direktur PSHK FH UII). Peserta diskusi adalah para pakar hukum tata negara dari berbagai perguruan tinggi. Output kegiatan ini adalah adanya prosiding yang menelaah beberapa isu krusial konstitusi Indonesia dalam kaitannya dengan format kelembagaan negara seperti telaah atas kedudukan MPR, DPD, tugas dan wewenang MK dan lain sebagainya. Pada akhir prosiding, diharapkan ada rekomendasi/usulan awal mengenai amandemen konstitusi.
 
4. Ziarah ke Makam Prof. Dr. Dahlan Thaib, SH., M.Si.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengenang Dedikasi Prof. Dr. Dahlan Thaib, SH., M.Si. Kegiatan ini akan melibatkan sivitas akademika UII dan beberapa perguruan tinggi lain serta keluarga besar Prof. Dr. Dahlan Thaib, SH., M.Si.
 
5. Presentasi Finalis Lomba Esai Konstitusi
Kegiatan ini adalah babak akhir dalam lomba essay konstitusi. Lomba essay ini mengambil tema “Internalisasi Nilai-nilai Konstitusi Sebagai Basis Pembangunan Desa”.
 
 
 
 
post test peningkatan SDM Fakultas Hukum UII
post test peningkatan SDM Fakultas Hukum UII
Tepat sehari setelah memperingati kemerdekaan, bangsa Indonesia kembali memperingati hari nasional bernama Hari Konstitusi. Dalam rangka menyambut dan merayakan Hari Konstitusi yang jatuh pada tanggal 18 Agustus tersebut, Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) mengadakan kegiatan Pekan Konstitusi yang mengambil tema: Tribute to Prof. Dr. Dahlan Thaib SH., M.Si.
 
Tepat sehari setelah memperingati kemerdekaan, bangsa Indonesia kembali memperingati hari nasional bernama Hari Konstitusi. Dalam rangka menyambut dan merayakan Hari Konstitusi yang jatuh pada tanggal 18 Agustus tersebut, Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) mengadakan kegiatan Pekan Konstitusi yang mengambil tema: Tribute to Prof. Dr. Dahlan Thaib SH., M.Si. Acara tersebut akan berlangsung dari tanggal 18 – 22 Agustus 2015. Sebagai tanda pembukaaan acara pada hari ini dilakukan diskusi terbatas dengan mengetengahkan tema “Napak Tilas Perjalanan UUD NRI 1945”, di Ruang SIdang Lt. 3 FH UII, Jl. Tamansiswa No. 158, Yogyakarta. Turut hadir sebagai pembicara Anang Zubaidy, SH.,M.H (Direktur PSHK FH UII) dan Jamaludin Ghafur, SH., M.H (Dosen Hukum Tata Negara FH UII).

Dekan FH UII, Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum menyampaikan apresiasinya atas diselenggarakannya kegiatan tersebut. “fakultas memberikan apresiasi penuh kepada PSHK FH UII yang telah memulai kegiatan sangat baik ini, persembahan untuk Prof. Dahlan menandakan bahwa PSHK konsisten memberikan penghormatan terhadap para guru-guru dan seniornya,” katanya.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa keberadaan pusat studi di lingkungan FH UII memang dimaksudkan sebagai media siar ilmu pengetahuan kepada masyarakat. Oleh karenanya, kegiatan semacam ini layak ditradisikan dan diharapkan dapat dilakukan pula oleh pusat studi lain yang ada dilingkungan FH UII. “Kegaiatan semacam ini menjadi media efektif untuk menyampaikan dan mengabdikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat,“ jelasnya.

Sementara Anang Zubaidy dalam paparan materinya menyampaikan, bahwa perjalanan konstitusi Indonesia pasca amandemen masih menyisahkan segudang persoalan yang harus diselesesaikan. Bahkan, perubahan yang secara radikal terhadap ketentuan pasal di dalam Undang-Undang Dasar 1945 telah mengakibatkan ketidakjelasan arah substansi konstitusi dan mengalami kekaburan. “Beberapa hal yang menjadi kabur diantaranya adalah sistem parlemen antara soft bicameral atau strong bicameral, checks and balances antara eksekutif dan legislatif yang tak imbang,” ungkapnya.

Lebih jauh Anang menjelaskan, jika yang dianut adalah sistem perwakilan dua kamar, maka pemosisian kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang setengah hati tidaklah tepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan redesign sistem tersebut dengan memberikan kewenangan penuh kepada DPD. Hal itu, mengingat perkembangan aspirasi daerah berjalan demikian cepat dan pesat yang harus senantiasa diakomodasi dengan produk peraturan perundang-undangan. “Dengan kewenangan penuh yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), khususnya dalam proses legislasi dan pengawasan maka aspirasi tersebut diharapkan dapat cepat terealisasikan,” jelasnya. Ia juga menjelaskan bahwa gagasan untuk mengurangi kewenangan Presiden di dalam UUD 1945 sebelum amandemen sudah tepat. Tetapi, menjadi tidak tepat jika hal itu hanya dilakukan dengan memindahkan konsentrasi kekuasaan di DPR sehingga proses checks and balances juga tidak terjadi.

Hal senada diungkapkan oleh Jamaludin Ghafur, ia memandang bahwa format lembaga perwakilan Indonesia tidak jelas apakah menganut bikameral atau trikameral. Salah satu buktinya, adalah kelembagaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tidak jelas karena fungsinya bersifat insidental. Kemudian lembaga lain seperti DPD, meskipun memiliki legitimasi yang kuat karena diatur di dalam konstitusi tetapi dalam prakteknya justru dikebiri. “DPD memiliki legitimasi yang kuat tetapi dengan ‘tidak’ memiliki kewenangan,” tegasnya. Ia pun mengusulkan ke depan perlu penegasan format lembaga perwakilan apakah bikameral atau trikameral. Kemudian, juga harus memperbaiki mekanisme dalam pembentukan undang-undang.

Ketua Panitia kegiatan Allan FG Wardhana, menjelaskan bahwa acara ini sengaja dipersembahkan untuk Alm. Prof. Dr. Dahlan Thaib SH., M.Si. Hal ini didasarkan karena banyaknya jasa beliau khususnya bagi FH UII, PSHK dan terutama bagi Indonesia. “Sumbangsih beliau dalam mengatasi problematika ketatanegaraan di Indonesia tidak bisa diremehkan. Semasa hidupnya, beliau pernah menjabat sebagai Asisten Sekretaris I Bidang Pemerintahan DIY dan menjadi Pjs Walikota Yogyakarta,” ungkapnya.

Di tingkat nasional, Prof. Dr. Dahlan Thaib, SH.,M.Si juga sering memberikan pencerahan pada forum-forum akademis dan pemerintahan, serta tercatat sebagai anggota Komisi Konstitusi, yang memberikan masukan kepada MPR bagi penyempurnaan proses amandemen UUD 1945 kala itu. Di luar itu, karya-karya beliau di bidang hukum tata negara, hingga kini masih bisa “dinikmati” oleh pemerhati dan pembelajar konstitusi dan hukum tata negara Indonesia. Adapun rankaian kegiatan Pekan Konstitusi untuk hari kedua tanggal 19 Agustus 2015 adalah Eksaminasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XII/2014. Putusan tersebut berkaitan dengan pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi khususnya yang berkaitan dengan pengisian jabatan komisioner KY dan KPK. Putusan ini diajukan oleh Rektor UII dan Direktur PSHK FH UII. Putusan ini akan dibedah oleh 3 (orang) narasumber yaitu: Dr. Saifudin, SH., M.Hum. (Pakar Hukum Tata Negara UII), Dr. Suparman Marzuki, SH., M.Si. (Ketua Komisi Yudisial), Sri Hastuti Puspitasari SH., MH. (Pemohon Pengujian UU KY dan UU KPK).
Active Image

Active Image(13/8) Yogyakarta pagi ini kehilangan salah seorang Guru Besar Terbaik dari Fakultas Hukum UII. Pagi pukul 08.00 WIB dari Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta Fakultas Hukum UII digemparkan dengan meninggalnya Prof. Dr. Dahlan Thaib,SH., M.Si. Beberapa hari yang lalu Beliau memang sempat drop kondisi kesehatannya. Tetapi saat Pimpinan FH UII menjenguk Rabu, 12 Agustus 2009, Beliau sempat berkelakar “Besuk saya sudah pulang kok!”. Namun kepulangan Beliau ternyata Ke-Rahmatullah”. Innalillahi wa innailaihi raji’un…. Selamat Jalan Bapak Semoga Allah memberikan Ridha dan MaghfirohNya…Amiin. Insya Allah akan dimakamkan Kamis, 13 Agustus 2009 dari Rumah Duka Jam 15.00 Wib.

Active Image

I.      DATA PRIBADI

Nama                           : PROF.DR.H. DAHLAN THAIB,SH.MSI

NIP/NIK                       : 130 812 590

Tempat Lahir              : Kuta Binja (Aceh)                                                                    

Tgl. Lahir                    : 15 Agustus 1951

Jenis Kelamin              : L

Status Kawin               : Kawin                                                                                                       

Jumlah Anak                : 3

Gol. Darah                   : B                                                                                               

Agama                         : Islam

Pangkat/Gol               : Pembina/IV.B                                                                                          

Pend. Tertinggi          : S3

T.M.T                           : 1 April 1996                                                                                             

Status Dosen              : Tetap (negeri)

Jabatan Akademik      : Guru Besar                                                                                              

Jabatan Struktural     : Direktur Pascasarjana UII

Alamat

Rumah                                 : Jl. Kaliurang Km 8 Gang Pusung No. 6 Dayu Sleman Yogyakarta

Telp.                                    : 880353                                                                                             

Fax                                      :

Kantor                                 : Pascasarjana Fak. Hukum UII Jln. Cikditiro 1 Yogyakarta          

Telp.                                    : 520661                                                                                             

Fax                                      : 520661

Email                                    :

IDENTITAS KELUARGA

Nama isteri/suami                  : Megawati, SH., M.Hum

Pekerjaan                               : Dosen (Dekan FH UAD)

Nama anak kandung               :   1.    Meutia Ramadhani

 2.      Mohamad Hawari

 3.      Keumala Hayati

Nama orang tua kandung                                                            Nama mertua        

Ibu                                           : Adnin                                 Ibu           : Yusnidar

Bapak                                      : M Thaib                              Bapak      : Marsalam


Riwayat :

01 Juli 1977                            Calon Dosen Fakultas Hukum UII

01 Juli 1978                            Dosen Tetap Fakultas Hukum UII

1982 – 1989                            Pembantu Rektor III Universitas Islam Indonesia

01 Juli 1990                            Ketua Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII

01 Mei 1994                            Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII

01 Januari 1996                      Ketua Program Magister Hukum UII

24 Juni 2000                           Direktur Program Pasca Sarjana (YMT) UII

01 Oktober 2001                   Guru Besar

28 Februari 2005                   Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Propinsi DIY

19 Januari 2009                     Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan

  PENDIDIKAN/KEAHLIAN (SD s/d PT)

1)  S3      Doktor   UNPAD     Hukum     Indonesia     Bandung        1994 s/d  2000

2)  S2      Msi         UGM         Sospol      Indonesia     Yogyakarta   1991 s/d 1993

3)  S1      SH          UII            Hukum     Indonesia     Yoghyakarta1971  s/d 1976

4)  SMA                 Negeri                      Indonesia     Aceh              1968 s/d 1970

5)  SMP                 Negeri                      Indonesia     Aceh              1965 s/d 1967

6)  SD                   Negeri                      Indonesia     Aceh               1959 s/d 1964

 

Active Image

Active ImageTamansiswa (1/8), Diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Rektorat Universitas Islam Indonesia kolaborasi dengan Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII berlangsung dengan menghadirkan tiga pembicara. Berbicara pada awal  diskusi Dr. Winahyu Erwiningsih, SH., M.Hum. yang mengungkap Keistimewaan Yogyakarta dari sisi pertanahan. Sebagai pembicara kedua Dr. Drs. Jaka Sriyana, M.Si. memberikan argumen dari sisi perekonomian. Sedangkan pembicara terakhir adalah Prof. Dr. Dahlan Thaib, SH.,  M.Si. yang banyak menceritakan sejarah Yogyakarta sebagai daerah yang layak diistimewakan.

 

Active ImageTamansiswa (1/8), Diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Rektorat Universitas Islam Indonesia kolaborasi dengan Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII berlangsung dengan menghadirkan tiga pembicara. Berbicara pada awal  diskusi Dr. Winahyu Erwiningsih, SH., M.Hum. yang mengungkap Keistimewaan Yogyakarta dari sisi pertanahan. Sebagai pembicara kedua Dr. Drs. Jaka Sriyana, M.Si. memberikan argumen dari sisi perekonomian. Sedangkan pembicara terakhir adalah Prof. Dr. Dahlan Thaib, SH.,  M.Si. yang banyak menceritakan sejarah Yogyakarta sebagai daerah yang layak diistimewakan.

Sejarah keberadaan DIY diawali dengan adanya Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 12 Pebruari 1755. Perjanjian yang ditandatangi oleh pihak Kompeni yang diwakili Hartingh, pihak Sunan Paku Buwono III yang diwakili oleh Patih Adipati Pringgalaya dan pihak Sunan Kabanaran yang diwakili Pangeran Natakusuma tersebut berisi 9 (sembilan) pasal kesepakatan. Salah satu pasal kesepakatan tersebut adalah Susuhunan berhak menjadi raja atas separuh wilayah mataram dengan gelar Sultan, namun harus sumpah setia kepada Kompeni beserta segenap keluarga dan keturunannya.

Active ImagePada tanggal 17 Maret 1813, berdasarkan kontrak politik antara Letnan Gubemur Jenderal Inggris (Thomas Stamford Raffles) yang diwakili oleh Residen Yogyakarta (John Crawfurd) dengan Paku Alam I maka lahirlah Kadipaten. Dengan demikian di DIY terdapat dua kerajaan, yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (Kasultanan) dan Kadipaten Pakulaman (Kadipaten). Kasultanan adalah kerajaan yang berpusat di Kota Yogyakarta yang wilayahnya meliputi sebagian Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, dan sebagian Kabupaten Kulonprogo. Sedangkan Kadipaten adalah kerajaan yang berpusat di Kota Yogyakarta yang mempunyai wilayah meliputi sebagian Kota Yogyakarta dan sebagian wilayah Kabupaten Kulonprogo yang dahulu disebut Adikarto.

Selain terikat dengan kesepakatan seperti tersebut di atas, dalam menjalankan pemerintahannya Sultan dan Paku Alam juga terikat oleh kontrak politik dengan Pemerintah Hindia Belanda. Berdasarkan tiga kali kontrak politik (tahun 1877, 1921, dan 1940) yang pernah diadakan antara Sultan Yogyakarta dengan Pemerintah Kolonial Belanda, menunjukkan bahwa Kasultanan tidak tunduk begitu saja pada kekuasaan Hindia Belanda. Dengan kata lain Kasultanan memiliki otonomi. Kasultanan tidak diatur secara sepihak oleh Gubernur Jenderal Belanda. Kasultanan diperbolehkan menjalankan pemerintahan sesuai dengan hukum adat dengan ketentuan-ketentuan yang dicantumkan dalam kontrak politik. Begitu juga untuk Kadipaten mendapat perlakuan yang sama.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamirkan Kemerdekaan NegaraRepublik Indonesia. Sehari kemudian yaitu pada tanggal 18 Agustusl945, Sultan dan Paku Alam mengirim surat kepada Soekarno-Hatta yang intinya menyampaikan Selamat atas berdirinya negara baru, negara Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 20 Agustus 1945 Sultan – Paku Alam menyatakan di belakang Pimpinan Pemerintah RI.

Pemyataan tersebut direspon oleh Presiden Republik Indonesia dengan mengeluarkan Piagam Kedudukan kepada Sultan dan Paku Alam yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tetap pada kedudukannya sebagai Raja/Pemimpin yang berkuasa di daerah sebagai bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Piagam Kedudukan tersebut ditandatangani Presiden pada tanggal 19 Agustus 1945 dan baru disampaikan oleh Mr. Maramis dan Mr. Sartono pada tanggal 6 September 1945, di Yogyakarta.

Di tengah-tengah antara tanggal 19 Agustus 1945 yang merupakan tanggal ditandatanganinya Piagam Kedudukan dan tanggal 6 September 1945 yang merupakan waktu diterimanya Piagam Kedudukan, Sultan dan Paku Alam masing-masing mengeluarkan amanat yang terkenal dengan sebutan Amanat 5 September 1945, sebagai berikut:

a.   Kasultanan-Kadipaten berbentuk kerajaan yang merupakan DIY, bagian dari Republik Indonesia

b.  Kekuasaan dalam negeri dan urusan pemerintahan di tangan Sultan-Paku Alam.

c.   Hubungan Kasultanan-Kadipaten dengan Pemerintah RI bersifat langsung dan Sultan-Paku Alam bertanggung jawab kepada Presiden RI.

Piagam Kedudukan dan Amanat 5 September 1945 tersebut dikuatkan oleh Amanat Sultan-Paku Alam tertanggal 30 Oktober 1945 yang berisi:

a.  Kasultanan-Kadipaten menjadi daerah istimewa

b.  Sultan IX dan Paku Alam VIII masing-masing sebagai Gubemur dan Wagub DIY

Piagam Kedudukan, Amanat 5 September 1945, dan Amanat 30 Oktober 1945, merupakan komitmen politik antara Pemerintah Pusat dengan Kasultanan dan Kadi pa ten sampai dengan saat ini belum dicabut, mcstinya tetap mengikat Pemerintah sekarang.

Landasan Yuridis Konstitusional

Pengaturan Keistimewaan DIY dalam konstitusi kita sangat kuat. Pasal 18 UUD 1945: “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyaratan dalam sislem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.

Bahkan setelah diamandemenpun, UUD 1945 tetap mengakui daerah istimewa sebagaimana bunyi Pasal 18B ayat (1) “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.

Keistimewaan DIY juga diatur dalam undang-undang. Undang-undang dimaksud adalah UU 3/1950, UU 22/1948, UU 1/1957, Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 6/1959 (Disempurnakan), UU 18 /1965, UU 5 /1974, UU 22 /1999, dan UU 32/2004.

Pasal 225 UU 32/2004 berbunyi : Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam Undang-Undang lain.

Adapun dalam Pasal 226 ayat (2) mengatur khusus keistimewaan DIY yang berbunyi: Keistimewaan untuk Provinsi DIY sebagaimana dimaksud dalam UU 22/1999, adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Provinsi DIY didasarkan pada Undang-Undang ini”.

Pasal 122 UU 22/1999 : “Keistimewaan untuk Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi DIY, sebagaimana dimaksud dalam UU 5/1974, adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Propinsi Istimewa Aceh dan Propinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada undang-undang ini.

UU 22/1999 ini tidak aspiratif, maka dari itu tidak dapat dilaksanakan alias mandul. Kita masih ingat, atas desakan rakyat Yogyakarta akhirnya proses pengisian jabatan Gubernur priode 2003-2008 mengabaikan UU 22 /1999 ini.

Dalam UU 5/1974, Pasal 91 hunif b di atur bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala DIY yang ada pada saat mulai berlakunya UU 5/1974, adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut UU 5/1974 dengan sebutan Kepala DIY dan Wakil Kepala DIY dan, yang tidak terikat pada ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. UU 5/1974 merupakan kesepakatan Pemerintah dan DPR-RI untuk mempertahankan kedudukan istimewa bagi DIY dengan keistimewaan yang terletak pada ketentuan tentang masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa yang tidak terikat pada ketentuan yang berlaku bagi kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya.

Perlu dicatal juga bahwa sebelum Indonesia mcmproklamasikan kemerdekaannya, Kasultanan Yogyakarta dan Pura Pakualaman merupakan sebuah negara merdeka yang berbentuk kerajaan, yang kemudian berdasarkan amanat 5 September 1945 menggabungkan diri dengan NKRI. Selanjutnya Negara memberikan pengakuaan keistimewaan terhadap dua kerajaan tersebut dengan dikeluarkannya UU 3/50, tentang Pembentukan DIY yang antara lain pada Pasal 1 ayat (1) menetapkan” Daerah yang rneliputi Daerah Kasultanan Yogyakarta dan daerah Pakualaman ditetapkan menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta” dan Pasal 1 ayat (2) menetapkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah setingkat dengan Provinsi”. Hal ini merupakan penghargaan negara RI terhadap DIY. Ruh keistimewaan DIY adalah Sultan otomatis ditetapkan oleh Presiden menjadi Gubernur DIY dan Paku Alam otomatis ditetapkan menjadi Wakil Gubernur DIY. Dengan dirumuskannya Pasal 1 tersebut berarti NKRI mengakui hak asal-usul DIY.

Peranan sejarah perjuangan DIY dalam perjuangan pergerakan nasional dapat dilihat pada saat situasi Jakarta sebagai ibukota RI yang dalam kritis karena ancaman Pemenntah Kolonial Belanda,Yogyakarta dijadikan sebagai ibukota RI sekaligus sebagai basis perjuangan untuk melakukan perlawanan terhadap imprelisme Belanda. Presiden beserta stafnya berkantor di Istana Gedung Agung Yogyakarta dan selama itu pembiayaan jalannya pemenntahan ditanggung oleh kasultanan Yogyakarta.

 Kesimpulan

Dari landasan sejarah dan landasan yuridis konstitusional tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1.    Pada masa Pemeritahan Hindia Belanda, Kasultanan dan Kadipaten diakui keberadaannya yang diatur dan dikuatkan dengan Perjanjian Giyanti dan Kontrak Politik.

2.    Pada masa awal kemerdekaan, Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno mengakui keberadaan DIY dengan mengeluarkan Piagam Kedudukan dan mengatur daerah istimewa pada UUD 1945.

3.    Keistimewaan DIY juga diatur dan dikuatkan oleh UU 3/ 1950, UU 22/1948, UU 1/1957, Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 6/1959 (Disempurnakan), UU 18/1965, UU 5/1974, UU 22 /1999, dan UU 32/2004.