Tag Archive for: hak asasi manusia

Tamansiswa (19/5) Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum UII menyelenggarakan Public Lecture bersama Dr. Mohd. Iqbal Abdul Wahab Assistant Professor of Ahmad Ibrahim Kulliyyah of Laws International Islamic University of Malaysia (IIUM), 19 Mei 2017 mulai jam 09.00-11.00 WIB di Ruang Sidang Utama Lt. 3 kampus FH UII Jl. Tamansiswa 158 Yogyakarta. Dibuka langsung oleh Dekan FH UII Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum., dan dihadiri oleh 50 mahasiswa dari .jurusan Program Internasional Hukum FH UII Read more

Penyadapan

Jamaludin Ghafur, SH., MH[1]

 

Sidang lanjutan kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selasa 30/1/2017 menghadirkan saksi KH. Ma’ruf Amin ketua MUI dan sekaligus Rais Aam PBNU. Salah satu hal yang mengemuka dalam persidangan adalah pernyataan Ahok dan tim kuasa hukumnya yang berniat memproses secara hukum KH. Ma’ruf Amin karena dianggap telah berbohong dengan tidak mengakui dirinya telah menerima telepon dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 7 Oktober 2016 yang disinyalir isinya adalah permohonan SBY kepada KH. Ma’ruf Amin untuk meluangkan waktu bertemu dengan Agus dan Sylvi dan minta segera dikeluarkan fatwa tentang penistaan agama. Padahal Ahok dan tim kuasa hukumnya mengklaim memiliki bukti rekaman.

Klaim ini tentu perlu dibuktikan dan ditelusuri darimana Ahok dan tim kuasa hukumnya mendapatkan rekaman tersebut. Hal ini sangat penting karena secara hukum tidak boleh ada aktifitas penyadapan pembicaraan siapapun kecuali untuk kepentingan hukum. Caranyapun harus dilakukan secara legal dan hanya boleh dilakukan oleh penegak hukum.

 

Penyadapan Menurut Hukum

Penyadapan merupakan salah satu cara untuk mencari alat bukti atas sebuah kejahatan. Misalnya, Pasal 12 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan, “Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan”. Hasil dari penyadapan akan berbentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang menurut Pasal 5 ayat (1) UU ITE dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah.

Namun demikian, tidak semua orang dibenarkan melakukan penyadapan. Karenanya, bagi siapa saja yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000 (Pasal 47 UU ITE).

Putusan MK Nomor 20/PUU-XIII/2015 menyatakan, agar tidak semua orang dapat melakukan penyadapan (termasuk perekaman) maka “informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik” dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE dan Pasal 26A UU Tipikor baru bisa dijadikan alat bukti yang sah jika dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. Menurut MK, alat bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah atau unlawful legal evidence, harus dikesampingkan oleh hakim atau dianggap tidak mempunyai nilai pembuktian oleh pengadilan.

Keharusan penyadapan dilakukan sesuai dengan peraturan dan harus dilakukan oleh penegak hukum sangat terkait dengan asas Indonesia sebagai negara hukum dan perlindungan atas hak asasi manusia. Penyadapan sekalipun sangat berguna untuk mengungkap suatu kejahatan, ia tetap merupakan sebuah tindakan yang melanggar privasi orang lain dan melanggar hak asasi manusia. Karenanya, pelaksanaannya harus sesuai aturan.

 

Keterlibatan Oknum Negara?

Jika pengakuan Ahok dan tim kuasa hukumnya valid, saya menduga penyadapan tersebut kecil kemungkinan dilakukan oleh perorangan karena prosesnya membutuhkan keahlian yang mumpuni dan ketersediaan alat yang sangat canggih dengan harga yang sangat mahal. tanpa adanya keterlibatan oknum penegak hukum. Karena Dugaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa negara adalah institusi yang memiliki segalanya (kekuasaan dan fasilitas) untuk melakukan apapun terhadap warga negaranya termasuk penyadapan.

Kecurigaan ini tentu baru sebatas dugaan yang perlu dibuktikan kebenarannyanya. Presiden harus memberikan atensi terhadap kasus ini dan memerintahkan kepada aparat penegak hukum untuk mencari kebenarannya. Bila terbukti, tentu ini merupakan suatu tragedi bagi bangsa ini karena negara sudah tidak lagi berfungsi sebagai pelindung, tetapi justru menjadi ancaman terhadap kehidupan masyarakat. Padahal Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menjamin bahwa, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Namun bila fiktif, Ahok dan tim kuasa hukumnya telah melakukan kebohongan publik dan perlu diberi sanksi yang tegas. Karena pernyataannya itu telah menimbulkan kegaduhan baru yang berpotensi menggagu stabilitas dan keutuhan bangsa.

Pengusutan secara tuntas atas kebenaran kasus ini menjadi sangat penting untuk memastikan agar setiap orang tidak mudah melontarkan pernyataan yang tidak didasari bukti, dan memastikan bahwa institusi negara berikut fasilitas yang dimiliki tidak digunakan selain hanya demi kepentingan dan perlindungan hak-hak masyarakat. Jika SBY sebagai mantan Presiden disadap secara semena-mena dan illegal, bagaimana dengan kita masyarakat biasa?

Memang kedua belah pihak telah saling memaafkan, hubungan sesame manusia tentu itu sah-sah saja. Namun persoalan hukum yang ada tetap harus diproses. Bagaimanapun Indonesia adalah negara hukum. Jangan sampai hukum dikangkangi oleh kekuatan politik yang justru akan mengulangi tragedy masa lalu sebagaimana terjadi masa masa orde baru.

[1] Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Konstitusi FH UII. Kandidat Doktor FH UI Jakarta.

Foto : Dekan FH (Dr. Rusli Muhammad SH MH) dan Ketua MHH PWA DIY (Pandam Nurwulan SH MH) saling bertukar cendera mata pada acara Seminar Regional

Foto : Dekan FH (Dr. Rusli Muhammad SH MH) dan Ketua MHH PWA DIY (Pandam Nurwulan SH MH) saling bertukar cendera mata pada acara Seminar Regional

Tamansiswa (uiinews) Sebanyak seratus peserta seminar regional memadati Ruang Sidang Utama Lantai 3 FH UII Jalan Tamansiswa 158 Yogyakarta. Seminar Regional dengan tema “Penguatan Hak Politik Perempuan Sebagai Hak Asasi ManusiaSeminar Regional” ini terselenggara atas kerjasama Departemen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum UII dengan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah’ DIY.

 

Tamansiswa (uiinews) Sebanyak seratus peserta seminar regional memadati Ruang Sidang Utama Lantai 3 FH UII Jalan Tamansiswa 158 Yogyakarta. Seminar Regional dengan tema “Penguatan Hak Politik Perempuan Sebagai Hak Asasi Manusia” ini terselenggara atas kerjasama Departemen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum UII dengan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah’ DIY. Kegiatan ini berlangsung setengah hari mulai pukul 09.00 sd 12.00 wib, Senin (9/12) diusung dalam rangka menyongsong dan memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia yang jatuh pada hari Selasa tanggal 10 Desember 2013 ini.
DR. Rusli Muhammad, SH.,M.H. selaku Dekan FH UII dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada Pengurus Aisyiah DIY yang telah menjalin kerjasama dengan FH UII (cq. Departemen HTN dalam penyelenggaraan Seminar dengan Tema “Penguatan Hak Politik Perempuan Sebagai Hak Asasi Manusia” ini. Lebih lanjut Rusli mengatakan bahwa sebetulnya posisi perempuan saat ini sudah kuat dibandingkan pada jaman nenek moyang atau jaman jahiliyah dahulu. Kalau dulu perempuan bagaikan ‘daun pisang’ dipakai hanya pada musim hujan dan setelahnya dibuang. Namun alhamdulilah sekarang ini posisi perempuan semakin menguat hampir sejajar dengan kaum pria. Bahkan ada pepatah mengatakan bahwa sebuah negara atau keluarga tanpa wanita tiada artinya. Sehingga pada system pemerintahan, posisi perempuan ini diatur dengan undang-undang. Diantaranya Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol) yang mengatur kuota keterlibatan perempuan dalam dunia politik adalah sebesar 30 persen. Namun Rusli juga sedikit menitipkan pesan kepada para peserta yang sebagian besar adalah kaum Hawa ini, bahwa kalau perempuan sudah keluar rumah (entah itu menjadi anggota legislative, menjadi Bupati, Gubernur atau menjalani karier lainnya) harus ekstra berhati-hati, karena mereka itu akan diintai oleh seribu bahkan sejuta gangguan baik berupa gangguan syetan maupun iblis. Sehingga tidak sedikit pula kaum perempuan yang duduk di kursi DPR/MPR maupun menjadi Birokrasi lainnya akhirnya meringkuk di balik jeruji penjara.
Dalam sambutannya Ketua Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pengurus Wilayah Aisyiah ( PWA) DIY, Pandam Nurwulan SH MHum yang dikuatkan oleh Ketua Pengurus Wilayah Aisyiah (PWA) DIY, Hj. Siti Zulaikhah mengatakan bahwa kali ini MHH PWA DIY berhasil mengadakan kerjasama dengan Departemen HTN FH UII dalam bentuk Seminar Regional tema “Penguatan Hak Politik Perempuan Sebagai Hak Asasi Manusia”, terima kasih diucapkan kepada FH UII melalui Departemen HTN yang telah berkenan ikut andil demi terselenggaranya kegiatan ini. Seminar ini diagendakan untuk menyongong dan memperingati Hari HAM se-dunia yang tepatnya jatuh pada besok Selasa (10/12). Dalam kesempatan ini MHH PWA DIY yang mempunyai program unggulan Biro Konsultasi Keluarga dan Bantuan Hukum Nurul Sakinah berniat akan merelounching kegiatan bidang tersebut. Sebab keberadaan biro layanan hokum ini sebenarnya sudah ada sejak tahun kemarin, namun kurang berjalan dengan baik. Sehingga mulai tahun ini 2014 akan diaktifkan kembali keberadaannya, maka dengan mengucapkan ‘Bismillahirrohmanirrohiem’ kegiatan Layanan Biro Konsultasi Keluarga dan Bantuan Hukum Nurul Sakinah dinyatakan dibuka, begitu sambut Ketua PWA DIY mengakhiri paparannya.
Seminar ini menghadirkan tiga nara sumber, diantaranya Dr. Ni’matul Huda SH MHum, dan Dr. Drs. Muntoha SH M.Ag. (keduanya Dosen FH UII) serta Siti Ghoniyatun,SH (Komisioner KPU DIY (Perempuan dalam Realitas Pencalonan Anggota Legislatif dalam Pemilu Tahun 2014)dengan didampingi moderator Sri Hastuti Puspitasari SH MH. (sariyanti)